Minggu, 02 Oktober 2011

Sebuah Koneksi

Belaian mesra angin dingin, dan kegagahan suara ombak yang lantang menyeruak dalam benak. Ia duduk di tepian tebing dalam diam, menikmati semua hal yang dapat ia tangkap dengan indra. Ia membiarkan dirinya terbenam dalam diam cukup lama. Hingga akhirnya hawa dingin mulai merasuk hingga ke persendian dan tulang-tulangnya, karena ia hanya mengenakan selapis pakaian kala itu. Lalu ia memutuskan untuk beranjak kembali ke kehidupannya yang sangat padat namun mulai terasa membosankan. Beberapa hari ini ia merasa sedikit letih sehingga ia mencoba meluangkan waktunya untuk sejenak berdiam diri di pantai dekat dengan tempat tinggalnya seraya menikmati indahnya sunset hingga awan merubah jubahnya dengan warna kelam.
Ia bernama Arro, seorang laki-laki bertubuh tegap, dengan rambutnya yang cepak dan selalu tertata rapi dengan gel yang membuat rambutnya sangat kaku namun tetap terlihat stylish. Garis wajahnya yang tajam dapat membuat hati seorang wanita getir untuk mendekatinya. Namun matanya sungguh teduh sekaligus dalam. Suaranya bertekstur halus namun tegas, tidak mendayu-dayu. Ia tinggal di Frangby, kota yang tidak terlalu padat yang berada tak jauh dari kota besar, Duptsi. Ia memang masih duduk di salah satu Universitas di kota Duptsi namun saat ini Arro telah memiliki beberapa unit studio musik dan sebuah pub di kota Duptsi yang ia kelola bersama saudara sepupunya. Segala aktifitasnya dari pagi hingga malam ia habiskan di kota Duptsi, namun ia lebih memilih untuk tetap tinggal bersama kedua orangtuanya di Frangby.
Keesokan harinya, ketika berada dalam perjalanan pulang menuju Frangby, Arro melihat seekor kucing kecil berada di sisi kiri jalan tampak sedang kelaparan. Arro yang memang seorang penyayang kucing, buru-buru menepikan kendaraannya kemudian ia menghampiri kucing kecil itu. Tampak bersikap siaga kucing itu melihat kearah Arro, namun dengan lihai hanya dalam waktu beberapa detik saja, kucing kecil itu kini berada di pangkuannya bergumul manja. Arro melihat ke ujung cakrawala, menyadari bahwa hari ini ia tidak dapat menikmati sunset di pantai seperti biasanya. Namun ia tidak peduli, dimanapun ia dapat menikmati sunset yang indah ini asalkan tempat itu cukup tenang baginya. Di daerah perbatasan ini, memang sudah mulai jauh dari keramaian, sehinga ia tak merasa sangat terganggu bila ada beberapa kendaraan yang melenggang di belakangnya.
Arro memutuskan untuk sejenak menikmati suasana hening yang menentramkan baginya. Di lahan terbuka ini, ia berjalan menjauhi jalan utama, meninggalkan kendaraanya yang masih terparkir rapi di sisi jalan. Tak jauh, ia menemukan sebongkah batu pipih memanjang. Ia memutuskan untuk duduk sejenak sembari mengistirahatkan raganya yang letih. Lama ia membiarkan dirinya tenggelam dalam diam. Si kucing pun tetap diam dalam pangkuannya. Hingga ia sadar matahari sudah sepenuhnya tenggelam di ujung sana. Ia menghembuskan nafas berat, lalu memutuskan untuk membawa kucing kecil itu ke rumahnya. Namun baru beberapa langkah ia akan meninggalkan tempat itu, entah karena apa, tanpa alasan yang jelas ia berbalik, menatap langit. Ia melihat setitik bintang walaupun bukan yang paling terang, tetapi bintang itu tetap berpendar-pendar indah. Arro tersenyum, lalu berbalik kembali menuju ke tempat dimana ia meninggalkan kendaraannya. Arro tidak menyadari bahwa jauh disana ada yang selalu menanti dan terpesona dengan senyum dan tatapannya.