Senin, 27 Agustus 2012

Sesederhana Pasir Pantai





Memoriku bagaikan pasir di tepi pantai. Angin bertindak sebagai pengganti peran waktu. Mungkin seseorang pernah menulis atau bahkan melukis sesuatu yang indah di atas pasir pantai. Namun seindah apapun tulisan maupun lukisannya itu, angin tak pernah peduli. Ia meniupkan sedikit demi sedikit butiran-butiran pasir pantai yang telah terpola. Pun ketika datang belaian mesra riak yang dengan mudah menghapus guratan indah itu. Semakin lama lukisan indah itu semakin memudar. Memudar lagi, dan terus memudar. Hingga akhirnya kembali seperti semula. Hanya sebuah hamparan pasir pantai yang berserak dan tak berpola.



Jumat, 10 Agustus 2012

Anaphalis Javanica



Aku duduk menghadap meja bundar di ujung ruangan. Menatap sebuah bunga yang tampak sangat mungil. Bunga itu kini menyisakan beberapa helai memori, pun dengan ruangan ini. Mereka menjadi saksi bisu akan memori yang tak terjamah. Bunga yang kutemui diatas gunung berjubah kelabu halus. Bunga yang mengejutkanku, menutupi apa yang telah aku bangun. Sama ketika aku melihat gunung itu. Dahulu mungkin tidak seperti yang kulihat sekarang, bahkan mungkin jauh lebih indah. Tapi siapa yang bisa menghentikan kehendak Tuhan? Dengan kebesaran-Nya, apapun bisa saja terjadi. Bahkan perubahan ini. Sekarang, di depanku, yang kulihat hanyalah permadani kelabu membentang panjang nan luas, dan aku hanya seperti setitik debu diantaranya. Dan dibalik cerita pilu itu, tersisa sebuah cindera dari-Nya, guratan-guratan indah penuh memori. Setiap lekukan, setiap kerikil yang tersebar, dan material panas itu menggemakan tangis dan jeritan pilu bagi sebagian orang. Mungkin kita tidak akan pernah bisa mengerti, selain melihat apa yang tersisa dan terlihat indah namun terlihat menyeramkan bagi mereka. 
Setiap peninggalan meninggalkan filosofi. Bahkan sebuah bunga kecil ini. Aku mungkin tidak terkesan dengan tampilan luarnya yang tidak seindah bunga sakura. Mungkin aku tidak begitu tertarik dengan baunya yang tidak seharum bunga mawar. Tapi sebuah arti yang terlampir di dalamnya itu yang selalu sukses menikam ujung ruang di balik rongga dadaku.

Selasa, 07 Agustus 2012

Sebatas Hati

"Kenapa bukan aku????"
Satu pertanyaan ini sempat menggantung-gantung tepat di depan mataku. Membuatku merasa cukup sesak. Aku selalu berusaha memakai topeng. Tersenyum di hadapanmu, dan menangis di balik punggungmu. Hanya ingin menjaga suasana hatimu, menjaga agar kebahagiaanmu tak menguap karena tingkah bodohku. Membiarkan diri untuk selalu ditikam dalam pemikiranku sendiri tentang jawaban dari pertanyaan itu. Sedih? Ya, pasti. Aku sedih. Karena begitu tidak sempurnanya aku di matamu. Aku ingin menjadi seseorang yang kau lihat. Seseorang yang hanya ingin kau sentuh dan kau bahagiakan. Aku benar-benar menginginkannya. Namun ragaku selalu tak sejalan dengan hatiku. Bahkan untuk menyentuhmu saja aku ga sanggup. Bukan karena aku pengecut. Aku hanya tidak ingin kau tau apa yang selama ini aku sembunyikan. Aku hanya tidak ingin diriku lepas kendali menginginkan lebih dari sentuhan epidermis. Aku memendam semuanya jauh di dalam mataku, yang tak pernah kau lihat. Aku...........................hanya seseorang yang tak begitu berharga bagi semua orang terutama dirimu. Aku tak ingin memonopoli situasi. Jadi, kubiarkan saja begini. Hanya sebatas hati. Tak lebih. Bahagialah, karna hanya itu yang ingin kulihat. Aku jujur, tak berdusta. Karna memang itu yang aku inginkan. Jangan bersamaku, karna aku tau aku bukan tujuanmu dan tempat dimana kau bisa menemukan kebahagiaan, dan aku sadar betul bahwa aku tidak bisa membuatmu bahagia. Jadi, berbahagialah. Aku hanya ingin melihat wajahmu bersinar dengan kebahagianmu itu.