Selasa, 26 Januari 2016

Pujaanku yang Lugu

Tak pernah kau tau bagaimana gemuruh di dadaku saat aku mendengar puji-pujian yang lahir dari lidah pemuja-pemujamu?
Aku cemburu pada mereka yang dengan mudahnya merayumu dibelakang bahkan di depan mataku
Kutahan bendungan airmata dengan segala upaya ketika jemari-jemari genit itu bergelanyut tanpa ragu
Apa dayaku 
Rahangku terjahit rapat tanpa cela menahan lidahku yang terus mencoba meronta berkata-kata
Aku terus menekan amarah yang tak kalah parah dengan panasnya gairah mereka ketika melihat matamu yang indah
Lagi-lagi apa dayaku
Mungkinkah kau disana memendam jawaban atas rasaku namun kau pura-pura bisu?
Atau kamu tetap saja seorang pujaanku yang lugu? 
Senjaku

No Need a Title

Wajahmu mungkin bisa saja aku lupakan
Tanggal lahirmu yang pernah menjadi angka yang paling kuingat mungkin telah kabur terhapus airmataku yang sudah-sudah
Tapi kenangannya tak pernah lelah mengintip dari balik selambu tipis kamar ingatan
Kamu dan aku tinggal dalam satu kota 
Tapi tak ada hari pertemuan lagi semenjak kau tanpa kata-kata meski hanya sekedar ketidaksengajaan 
Mungkin Tuhan menyimpan rahasia
Rahasia terbaiknya mengapa kita tak pernah lagi dipertemukan meski hanya kebetulan saja
Atau mungkin saja kita pernah ada dalam satu ruang atau juga berpapasan 
Tapi Tuhan tidak mengijinkan mata kita saling menemukan
Sudah
Cerita kita memang telah berakhir payah 
Tapi aku tidak pernah menyesal meski hatiku pernah berlama-lama bernanah
Aku menenangkan hatiku sendiri
Menyembuhkan hatiku sendiri 
Mencari tonggakku sendiri untuk memapah kakiku yang patah
Agar mampu terus berjalan meski tanpa arah 
Kau lihat? 
Aku telah berubah
Bukan untukmu, bukan karenamu
Tapi untukku
Yang dulu telah lama mengasihani diri sendiri
Kini tau bagaimana cara menghargai diri sendiri