"Seandainya bisa terulang kembali saat pertama bertemu antara kau dan aku. Kau genggam jemari tanganku. Terbuai indahnya kata cinta terucap olehmu. Manis. Manis yang kurasa. Ku tak rela cintaku berakhir. Sayangnya kini aku tak mengerti, begitu berat rasa ingin memelukmu. Tapi ku hanya bisa mengingatmu, karena kau tak pernah tahu tentang rasa ini. Hilang. Hilang yang kurasa. Ku tak rela cintaku berakhir. Dirimu yang selalu temani khayalku. Tatap mataku, rasakan tangisku agar kau tahu. Karena ku biasa denganmu dahulu di setiap waktu."
~~~
Mengeja setiap kata seraya menatap pada kuasa Tuhan yang menjulang membelah awan. Senja akan menyambut malam dan aku harus segera pulang. Kulit mengecap kedinginan senja, dan tersesap hingga ke tulang. Dalam sekejap, otakku pun berbisik. "Hatimu pun telah menjadi dingin dan beku, bukankah begitu?" Aku menghentikan langkah, bersiap-siap terhadap sesuatu yang akan menggerus rongga dadaku. Aku menunggu. Satu detik, dua detik, tiga detik... Satu menit. Aneh. Aku tidak merasakan apapun kali ini. Benarkah hatiku benar-benar sudah membeku? Ah, masa bodoh. Aku tersenyum tipis seraya melanjutkan langkah kakiku. Mungkin memang benar hatiku sempat membeku. Namun sekarang tidak lagi. Sudah ada beberapa orang yang menghangatkannya secara bergantian. Walaupun berbeda, namun yang pasti aku jauh lebih bahagia. Bukankah kebahagiaan itu sebuah pilihan?! Ya, aku memilih jalanku sendiri, dan membuat diriku sendiri mencari setitik cahaya yang menghangatkan.
bikin lagi dong tulisanya, aku penggemar barumu hehehe
BalasHapus