Membuka setiap lembaran album foto pernikahan kakak. Melihat setiap wajah yang terpampang hanya dalam sepersekian detik. Namun nyatanya aku tidak menemukan satupun foto ibu. Nyeri. Jujur, rongga dadaku sesak. Aku menutup album foto, dan menghela nafas panjang. Risau menggerakkan kakiku untuk melangkah entah kemana. Seperti sedang mencari sebuah jalan pelarian. Ah, atau hanya sekedar ingin mengalihkan perhatianku sesaat. Sebentar saja. Hanya sebentar.
~~~
Secangkir teh hangat buatan Mama terangkul mesra oleh telapak tanganku. Lagi-lagi bibirku terkatup, namun otak dan hatiku beradu mulut. Nenek tiba-tiba saja menyodorkan album itu, agar aku dapat melihat dengan jelas di ruang tamu saat matahari tampak malu, mengintip dari balik awan-awan yang muram. Dalam hati aku menghembuskan nafas panjang. Aku membolak-balik tak berminat. Hingga sampai di lembaran terakhir dan sampai aku kembali sibuk menyimak pergulatan antara otak dan hatiku.
~~~
"Mama mau nunjukin sesuatu. Kamu sudah tau?"
Aku menoleh kearah kiri, Mama tampak sedikit antusias. Lalu ada yang berbisik di ujung hatiku. Suaranya seperti balita, dia berkata, "Adik." Aku terkesiap dalam hati, namun ragaku tetap terkontrol dengan baik.
"Ini adikmu, ini Ibumu juga. Ibu yang lain. Ayahmu dulu sempat menikah dengannya. Yang ini putrinya, sudah besar ya?"
Aku hanya melirik, tenggorokanku tercekat. Aku sudah menduga suatu saat aku pasti tahu wajahnya meski lewat foto saja. Otakku tak mampu berkata apa-apa, tapi hati ini mengoceh tak karuan. Mama menyodorkan foto itu kepangkuanku. Tak bisa kubayangkan saat dia berkata kepada kakak-kakakku bahwa dia sangat ingin bertemu denganku. Antara sebal, sedih, dan iba. Entah. Wajahnya itu benar-benar sangat memprihatinkan. Maaf. Maksutku, raut wajahnya itu tampak seperti tak ada kebahagiaan yang pernah menyapa di kehidupannya. Daaaaaaannnnn, bila dibandingkan dengan ibunya... Tidakkah lebih modis ibunya? Hey, adikku ini tidak diberi model baju yang lebih bagus lagi?? Ibunya pun aku akui cukup cantik. Haaaahh, sebal rasanya, ingin sekali aku membelikan baju yang lebih bagus dari yang ia kenakan di foto ini. Hatiku seketika menampik. Sudah pedulikah aku dengan adik 'baru'ku itu? Haaaahhh, entahlah. Aku tutup album foto itu, dan meneguk tehku yang tak lagi hangat dengan hati yang terus menampar-nampar diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar