Akhir-akhir ini aku kebayang-bayang tentang topik ini. "Emosi Remaja". Ya lagi-lagi aku pengen nyoba ber-monolog ria, tanpa ada unsur pembicaraan yang berat di blog ku ini. Ehehe. Kenapa sih koq tiba-tiba pengen bahas tentang topik ini?
Beberapa waktu yang lalu aku baca tulisan di sebuah web atau apalah itu ya namanya. Di situ aku baca sederet kata yang menarik dan terus-menerus menari riang di otakku.
"Alexander Stevens, Asst. Professor di Oregon Health and Science University, menjelaskan bahwa otak remaja adalah "pekerjaan yang belum selesai." Riset terbaru menyatakan jarigan saraf di otak bagian depan yang diperlukan untuk membuat keputusan, menyelesaikan masalah, dan berfikir secara logis dan nalar baru akan selesai terbentuk pada usia 20 tahunan.
Akibatnya remaja sering mengambil keputusan berdasarkan emosi sasaat tanpa dipikirkan akibatnya kemudian. Tapi ini juga menyebabkan cinta yang dialami oleh remaja terasa begitu indah karena emosi mereka membanjir mengalir drastis dalam otak mereka."
Mulai dari situ seakan-akan serabut-serabut saraf di otakku saling bersambut, menyalurkan impuls. Menyambungkan semua hal yang terjadi di masa remajaku yang terkesan 'gelap'. Sering kita melihat, mendengar, atau menghadapi seorang remaja yang memiliki emosi yang meledak-ledak. Sedikit lebih ekstrim mungkin, bunuh diri.. Dari situ aku jadi berasumsi bahwa memang dominannya para remaja lebih menggunakan emosinya. Sering merasa sendirian, depresi, sangat sensitif, sehingga kita sendiri sering kali kita terkecoh tentang jenis kepribadian saat kita berada dalam usia belasan tahun. Seakan-akan semua mengarah pada 'melankolis'. Dan ketika kita menyadari beberapa waktu ke depannya ternyata itu bikan identitas asli kita. Ya bisa dibilang hanya identitas sesaat. Karna itu tadi, semua orang pasti melewati masa-masa remajanya yang penuh emosi karna belum terjadi proses "kematangan", ya masih mungkin sih, ini kan juga berdasarkan pendapat pribadiku aja. :)
Mungkin ada yang lebih bisa aku contohkan di kehidupan nyata yang sangat kontroversial, "GALAU". Satu kata itu sudah sangat sering kita dengar dari mulut-mulut para remaja, bahkan akun sosial mereka dibanjiri oleh status yang ga jauh-jauh dengan kata ini. Kenapa sih mereka bisa galau berjamaah gitu? Balik lagi lah di penjelasan di atas, mereka sering kali melibatkan emosi, seperti merasakan kegembiraan yang meluap-luap atau cinta yang terasa sangat indah bagi mereka. Namun ketika keadaan menjadi miring hanya beberapa derajat saja, mereka seakan-akan langit biru menjadi runtuh, matahari seakan-akan terus bersembunyi dari awan-awan gelap yang terus menangis dan petir yang meluluhlantahkan hati mereka. Semuanya tampak sangat rumit, dan 'gelap'. Beberapa diantara mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bangkit menjadi pribadi yang lebih tegar. Begitu pula dengan apa yang terjadi denganku di waktu silam. :)
Mencoba menoleh ke belakang sejenak, melirik kepahitan yang sempat aku kecap. Tapi kini aku bisa tersenyum melihatnya. Setidaknya aku sudah sadar, dengan alasan mengapa aku sangat terpuruk. Tidak bisa mengendalikan diri pada saat itu. Sangat terpengaruh dengan emosi sesaat. Tapi aku tidak akan menghapusnya. Biar saja orang mau berkata apa tentang aku. Tapi inilah hidupku sekarang yang mungkin menurutnya sangat berbeda dengan yang dulu. Tapi menurutku ini jalanku. Aku yang menentukan aku harus kemana. Aku pula yang mentukan aku harus bagaimana. Itu sejarahku, dan sejarah itu bagian dari diriku. Karna tanpanya, mungkin aku tidak berdiri dengan tegak di sini, di pijakan yang baru, di lingkungan yang baru, dan di dunia yang baru, dengan senyuman yang merekah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar