Selasa, 29 Desember 2015

Tidak Ada Lagi yang Perlu Dipertanyakan

Ada kalanya kamu perlu memberikan penjelasan
Namun kamu lebih memilih untuk tetap diam tanpa alasan

Senin, 28 Desember 2015

Kecantikan Senja

Menatap sepasang kaki berjalan selangkah demi selangkah. 
Menghitung dalam hati di setiap pijakan 
Berharap segera sampai tujuan
Seperti sedang menghitung domba pengantar lelap.
Ketika sudah mulai bosan dan entah sudah berhenti di angka berapa aku melangkah,
Aku mulai menatap ke arah depan 
Mencoba mengukur jarak hingga sampai ke rumah.
Aku palingkan kepalaku ke tepi jalan 
Melihat apa saja yang tega hanya melirik saja 
Semua tampak basah karena sisa hujan 
Bahkan rintiknya saja masih usil mencolek badan 
Hari ini senja tampak sibuk berdebat dg awan gelap dan halilintar
Ketika senja mulai lelah dalam perdebatannya, mataku terhenti pada tumbuhan liar
Warnanya (seharusnya) hijau segar
Atau sekarang berubah menjadi toska? 
Cantik. 
Senyumku mengembang dan hangatnya sampai menyusup ke dalam dada. 
Aku membisikkan pada telinga senja 
"Lihat, karena sinarmu bahkan tanaman liar pun dapat berubah secantik ini. Itulah mengapa aku begitu mencintaimu"

Minggu, 27 Desember 2015

Bulan yang Disebut Paling Akhir

Desember
Bulan yang cukup 'special', kupikir
Membuatku ingin tetap bergumul manja diatas kasur
Hanya terpekur
Mengingat memori yang gemar menampar
Apa ini sudah semacam hobi yang mengakar? 
Menyiksa hati sendiri hingga membuat mata terbakar

Kamis, 17 Desember 2015

Aku yang kau hibur atau kamu yang kuhibur?

Awan kelabu menganyam jemari-jemarinya yang kurus
Memayungi tubuhku yang masih saja senang bergumul dengan impian-impian halus
Kesenduan langit itu serasa sedang mencoba merayuku
Merayu agar aku mau dengan senang hati untuk memberikan sedikit semangat dan rasa bahagiaku
Jemariku menggantung di udara tepat diantara wajahku dan langit sendu itu
Tunggu 
Langit itu kini terlihat lebih bersih, cerah, dan lebih terang bagai mengulum sebuah senyum
Apa secepat itu aku mentransfer energiku?
Aku menurunkan tanganku dan memperhatikan langit di hadapanku
Dan ternyata langit itu menipuku 
Dia tetap saja sendu 
Mungkin ia hanya ingin menghiburku, menghargai usahaku. 
Tapi aku masih saja sedih harus melalui hari dengan melihat kemuramannya yang tak kunjung larut

Senin, 28 September 2015

Sekedar Renungan Ala-ala

Kala sendiri aku punya banyak waktu untuk kembali merenung 
Apa yang salah dari diriku
Apa saja yang telah aku lakukan 
Baik atau buruk 
Bermanfaat atau tidak 
Apakah aku sejauh ini bahagia atas apa yang telah aku pilih 
Apa aku telah membuat orang disekitarku bahagia 
Atau justru aku membuat mereka merana 
Maju atau mundur ataukah sama? 
Ah bukan sebenarnya pilihannya sama
Sama-sama maju 
Hanya pijakannya saja yang berbeda 
Entah yang mana yang akan membuatku jatuh terperosok 
Ah aku tak lagi peduli aku akan jatuh terperosok atau tidak 
Jika memang terperosok aku akan coba bangkit lagi 
Kalaupun tak lagi bisa kembali pasti ada jalan lain 
Semakin hari aku harus semakin baik 
Karna aku tak lagi punya banyak waktu dan kesempatan 
Semakin hari dunia semakin matang 
Semakin berkembang pesat
Jika aku lambat maka aku akan cepat dilumat 
Aku sadar memang aku bukan siapa-siapa 
Aku tak punya apa-apa 
Aku tak bisa apa-apa 
Tak ada kata terlambat untuk belajar 
Selagi masih ada waktu dan kesempatan 
Meski sempit harus segera kukejar. 

Absurd

Aku memegangi dadaku. Rasanya ada yang menjejali sesuatu. Hingga rasanya ingin terbatuk-batuk. Tak terasa aku sudah megap-megap di atas meja operasi sesaat sebelum aku jatuh terlelap. Saat sadar aku masih bisa merasakan nyeri di dadaku. Atmosfir di sekelilingmu menggambarkan duka, tp hela nafas mereka sedikit demi sedikit menghapuskannya. Mungkin mereka membayangkan aku sudah tiada beberapa jam yg lalu. Pintu masuk dibuka dengan kasar. Sang pelaku menerobos masuk tergesa-gesa dengan nafas tersengal. Matanya tajam menatap kearahku. Dia masih terlihat mengenakan seragam kerja namun sedikit berantakan. Aku masih saja memegangi dadaku yang nyeri seraya terpekur melihat kehebohan yang dia ciptakan. "Siapa yang suruh kamu pergi??!!" 
Nadanya menurun tepat di kata 'pergi'? 
Aku bertanya namun tak ada suara "pergi? Pergi kemana?" 
Sontak ia pun berteriak lagi di depan wajahku "Siapa yang suruh kamu sakit kayak gini???!!" 
Aku tertegun. Bingung. Dadaku semakin nyeri.
Semua orang di dalam di ruangan berkerumun mengelilinginya. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak bisa fokus mendengarkan perbincangan mereka, aku terlalu sibuk menenangkan rasa sakit di dadaku ini. Tapi sepertinya raut mereka tampak lega. Begitupun dia. 
Lalu aku terbangun. Bengong. Menyadari bahwa itu adalah mimpi yang absurd. 

Intermezzo

Malam ini pukul 7.38. Aku duduk sendiri dengan meluruskan kaki di sofa ruang tengah. Membaca sebuah buku dari seorang sastrawan senior. Karyanya sudah aku baca sedari aku duduk di bangku sekolah dasar bahkan hingga sampai kini masih segar di ingatan. Tulisannya membawaku merasakan kisah kasih yang matang meski memang terkesan zadul untuk penikmat bacaan seusiaku. Aku hampir selalu tertegun dengan tokoh yang ia ciptakan di buku genggamanku. Di sela-sela membaca aku sempatkan untuk meneguk teh hangat sekedar untuk menenangkan batinku karena ingatanku yang tidak sopan melesat terbang jauh ke masa lalu. Kisah ini bukan seperti kisahku. Nama tokohnya pun tak mirip denganku. Bahkan seperti aku sedang menyimak kisah tante atau pamanku. Aku terbengong-bengong hingga tertidur dengan diiringi musik yang terdengar bagai alunan suara romantis rintik air hujan

Sabtu, 04 Juli 2015

Senja Darimu

Aku menyusun kata bukan untuk aku ucap. Komunikasi bisa menjadi sebuah seni kala bibir hanya ingin bergumul karna rindu. Aku buta pun bisu, tapi jemariku terus bergetar tanpa gentar. Hatiku menyimpan suara, hingar bingar bagai pawai yang tak kunjung reda. Tapi apa kau bisa membacaku? Aku tak bisa melihat dan mendengarmu. Bahkan ketika tanganku mencoba menggapai, auramu hilang entah kemana. Kau singgah sejenak menawarkan permadani berhias bintang. Tapi yang kudapat hanya matahari yang menggantung malas dan tak kunjung lelap. 

Selasa, 30 Juni 2015

Cece (cerita cengeng)

Baru saja aku duduk disini, di sebuah rumah makan cepat saji. Aku memilih duduk di dekat jendela. Gemuruh di hatiku tidak kunjung reda. Aku duduk dengan gelisah, bahkan airmataku selalu saja mendesak untuk keluar namun aku mencoba menahannya. Aku memeriksa handphone untuk memastikan apakah ada pesan darinya. Tapi nihil. Aku beralih menatap ke luar jendela berharap seseorang akan datang dan menghampiriku dengan wajah khawatirnya. Mengkhawatirkan tatapanku yang penuh rindu terhadapnya. Aku gila. Ya aku memang sudah gila. Seharusnya dia tahu aku sedang dimana. Aku sudah tidak bisa menahan airmataku, tumpah ruahlah sudah. Tidak ada isak. Aku mencoba untuk menghentikannya, tapi sia-sia. Aku sendiri bingung bagaimana bisa. Aku melihat handphoneku lagi. Aku putus asa. Aku mencintainya. Apa mencintainya sungguh sesakit ini? 

Jumat, 26 Juni 2015

Aku ini mengerikan ya?

Aku sedang berjalan sambil melamun 
Meredamkan suara gaduh di sekitarku 
Aku menenggelamkan diri dan menjauh
Sampai tanpa sadar aku memalingkan wajahku 
Tepat menghadap kaca mobil di sampingku 
Aku tertegun 
Untuk beberapa waktu 
Aku melihat keriput 
Aku mengernyit dan tertunduk 
Tidaak, jangan menertawakanku
Aku pun berlalu 
Dalam gerutu 
Mengucapkan kata yang aku ucap selalu
"Aku benci diriku"

Lebih bencinya aku ketika aku melihat cermin lagi dengan dahi berkerut.
Aku terlihat benar-benar mengerikan karena telah mengkhawatirkan hal-hal sepele itu

Kamis, 25 Juni 2015

Speculation

Aku menerka apa yang ada disana 
Tampak indah 
Memang tidak berpendar 
Namun terlihat ada kenyamanan 
Disini tak banyak yang bisa kudengar
Disini tak banyak yang bisa ku ajak bicara
Sepi terkadang membawa kedamaian 
Tapi tak selamanya membuat bahagia 
Disini banyak sekali cahaya 
Tapi bukan berarti dapat kutemui kehangatan
Kepuasan memang sering terlupa 
Sedang aku disini terus menerka 
Apa aku harus bersyukur atas ini semua 
Sehingga aku tak akan kemana
Atau aku harus memilih pergi 
Meski aku tidak pernah tahu apa yang akan terjadi?
Perih bahkan sudah menanti 
Atau justru bahagiaku sedang berupaya menghubungi 
Hahaha haaaah rumit.

Andai Aku Bintang

Aku berdiri di tanah lapang
Menengadah memandang langit yang tampak cerah 
Malam ini aku dapat melihat bintang dengan leluasa
Meski awan terkadang tampak indah 
Tapi kala malam aku hanya ingin melihat bintang 
Bagai taburan berlian di kain hitam 
Andai aku bisa berdiri diseberang sana
Apa yang akan aku lihat?? 

Sabtu, 11 April 2015

Aku dan Masa Lalu

Kini aku sudah benar-benar mampu tersenyum. Menatap langit. Hanya untuk berkata dengan mantap. Tuhan, aku sudah siap. Bila aku bertemu dengannya lagi, aku yakin bahwa tidak akan ada lagi rasa di hati yang dulu sempat terselip walau hanya sedikit di ujung yang sempit. Tapi aku yakin bahwa aku sudah melenyapkan semuanya dari hatiku. :)

Kamis, 26 Februari 2015

Sunflower

Aku tertunduk lesu pada malam yang temaram. Mengukur rindu, seperti mengukur jarak diantara kita. Kala fajar mulai malu-malu menatap, aku seketika bersemangat. Aku mengikuti kemanapun ia pergi, menatap kemanapun ia menghadap. Hingga ia pergi, hilang diujung hari. Hanya seperti ini, tak mampu meraih. Karena aku hanyalah #bungamatahari

Aku dan DIA

Kubasahi sajadahku dengan airmata. Mengadu sejadi-jadinya pada yang kuasa. Mengungkapkan semua rahasia. Yang sebenarnya pasti telah diketahui olehNya. Hanya berharap Dia dapat mengangkat luka dan menggantinya dengan petunjuk arah. Kemana aku harus lagi melangkah.

My Sweet Cake

Fajarku muram. Api kecil di hatiku mungkin telah padam. Sepotong kue yang manis dipangkuanku berbisik bernyapa. Namun jemariku menggantung. Enggan.
Seperti sebuah rencana indah yang tersenyum hangat. Namun tak ingin kujamah karna takut berakhir kecewa.

Selasa, 24 Februari 2015

Candu yang Pilu

Hatiku mungin tak sejalan dengan hatimu. Bahkan permainanku telah masuk ke dalam permainanmu. Tak apa, aku sudah terbiasa. Menjadikanmu sebagai aktor dalam ilusiku semacam candu. Bahagia meskipun semu. Itu hobiku.

Rabu, 28 Januari 2015

Takkan Terganti

"Meski waktu datang dan berlalu sampai kau tiada bertahan. Semua takkan mampu mengubahku. Hanyalah kau yang ada di relungku. Hanyalah dirimu mampu membuatku jatuh dan mencinta. Kau bukan hanya sekedar indah. Kau tak akan terganti."
Lembut aku mendengar lagu itu diputar, sepertinya tidak jauh dari tempatku berada. Aku sedang termenung menatap jauh pada layar abu-abu yang sangat luas di sekeliling tubuhku. Lagu itu semakin membuatku merasa ingin tetap berdiam diri disana. Apa aku sedang di dalam mimpi? 

Tiba-tiba saja aku merasakan beberapa jemari panjang, kurus, dan halus menyentuh kening dan pipiku. Dingin, tapi entah rasanya sangat nyaman. Mungkin karena wajahku terasa panas sehingga sentuhan itu membuatku merasa lebih baik.
Tunggu. Aku rasa aku mengenali siapa pemilik jemari itu. Bukankaaah. Tapi apakah mungkin. Suara lagu itu semakin terdengar cukup jelas. Sekarang aku bisa mendengar suara jam dinding berdetak.
Reflek tangan kiriku memegang kening karena kepalaku terasa pusing. Aku melihat sekeliling. Infirmary.
Oh Tuhan, kenapa aku bisa ada disini? Aku bertanya dalam hati. Dan, tunggu apakah itu dia? Aku melihat seseorang berambut cepak sedang memegang cangkir. Tak lama ia menoleh kearahku dan segera meletakkan cangkirnya di meja tak jauh dari tempat tidurku.
"Kamu sudah bangun. Apa masih pusing?" Raut wajahnya begitu khawatir, apalagi melihat sebelah tanganku masih saja memegang kening.
Tapi aku hanya bisa merespon dengan sebuah senyuman kecil.
"Kamu istirahat aja dulu. Nanti aku temani pulang. Mau minum teh? Aku tadi sudah membuatkanmu segelas teh hangat tapi mungkin sudah agak dingin." Ujarnya seraya melempar senyum lembut.
Ya Tuhaaan. Seketika aku menutup kedua mataku dengan punggung tanganku. Aku rasa wajahku semakin panas. Aku cemburu. Sikapnya ini membuatku cemburu, kenapa kamu dan bukan dia yang melakukannya untukku.

Kamis, 22 Januari 2015

I GIVE UP, SORRY.

Ya lagi-lagi aku ingin lari dari kehidupan yang sebenarnya sudah hampir 23 tahun diberikan kepadaku. Apa tujuan hidupku? Aku masih belum menemukan jawaban itu. Aku sudah sampai disini. Di titik ini. Dimana aku sudah benar-benar tidak tau harus bagaimana. Separuh diriku mencoba menguatkan separuh diriku yang lain. I just wanna step back, may I??
Aku ingin meninggalkan semua yang ada disini. Semua yang telah aku bangun. Semua yang telah aku perjuangkan. Aku ingin menyerah saja. Karena mungkin tujuanku hidup bukan untuk diriku sendiri.