Aku, gadis berusia 9 tahun dengan sejuta kediaman yang aku miliki. Dan tak banyak orang yang tahu, mengenai temanku yang ilusi. :)
Ah, itu bis kota yang akan menuju ke arah rumah mamaku. Aku dan tanteku bergegas naik. Aku lebih suka dan selalu memilih tempat duduk di dekat jendela. Alasannya? Karena di situ aku aku bisa 'berbincang-bincang' dengan teman ilusi atau teman khayalanku. Bis ini berjalan lambat menanti penumpang, aku sudah tidak sabar menunggu bis ini melaju cukup kencang di jalan tol. Aku menunggu dengan sikap tak sabar, selain karena gerah, pak supir pun terlihat belum berniat untuk menginjak pedal gas. Aku hanya bisa pasrah menunggu. Ketika bis ini mulai melaju, aku merapikan posisi tubuhku senyaman mungkin dan melihat ke luar melalui jendela bis. Ketika bis mulai melaju cepat, pembatas jalan di tol ini selalu menarik perhatianku. Dan selalu aku ajak 'berbicara', tidak secara langsung memang. Hanya di dalam hati. Semacam telepati. Hehee. Aku menyebut teman perjalananku yang ilusi itu dengan sebutan 'Jo' dari kata 'Johanez'.
Aku tumpahkan apa saja yang aku rasakan kepadanya. Walaupun percakapan yang aku lakukan seperti terkesan satu arah dan menggantung, aku merasa senang karna ada yang 'mendengarkan'ku tanpa mengeluh letih mendengar ocehan-ocehan sampahku
.
.
Namun hal itu mulai sangat jarang aku lakukan ketika umurku mulai beranjak dari 10 tahun. Aku semakin jarang ke rumah mama. Karna justru mama yang lebih sering ke rumah nenek yang sekarang aku tinggali. 'Pertemuan'ku dengan Jo menjadi tak lagi intens. Aku resah, karna aku bingung ingin 'membuang' keluh-kesahku dimana. Dan semenjak itu setiap kali aku sendiri, berjalan sendirian di jalan. Aku kembali ke kebiasaan itu, 'berbincang' dengan Jo. Walaupun ketika aku sedang sendiri tapi aku merasa berani, meskipun aku sadar betul bahwa Jo hanyalah ilusiku.
Namun, entah sejak kapan, teman-temanku sering berada di sampingku. Kami tertawa bersama-sama, bercerita walau kadang tidak banyak yang aku ceritakan karna aku paling tidak suka ditertawakan atau diremehkan. Sehingga perlahan aku jadi tidak pernah lagi 'berbincang' dengan Jo. Dan pernah sekali waktu aku menyadari hal itu, seketika aku 'memanggil' Jo, meminta maaf karna tak lagi sering 'berbincang' dengannya. Dan semenjak itu Jo-ku pun perlahan menghilang.
Aku memang tergolong tertutup karna aku dibesarkan di keluarga yang cukup 'tertutup' pula. Di keluargaku seperti selalu ada batas yang sangat jelas antara yang tua dan yang muda. Rasa hormat seperti terasa begitu kental. Sehingga terkadang aku kurang merasakan kedekatan. Aku hanya merasa dekat dengan nenek. Tapi nenekku pun tidak selalu ada untukku, mendengarkan keluh-kesahku, dan ucapan-sampahku. Karna itu aku lebih memilih untuk mencari 'teman ilusi'. Dan itu seringkali mengganggu fikiranku. Apa aku ini waras? Wajarkah aku bersikap seperti itu? Memiliki imajinasi yang cukup 'aneh'? Entah, aku rasa aku butuh psikolog untuk menemukan jawabannya. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar