*beberapa tahun yang lalu, sewaktu aku masih duduk di bangku SD*
Aku berjalan santai menuju rumah seseorang. Ketika aku baru saja sampai di depan pagar depan rumahnya, kulihat punggungnya. Aku tersenyum. ENtah, setiap kali melihatnya aku selalu ingin tersenyum. Dia bergerak enerjik mengikuti irama lagu yang berdentum-dentum. Aku juga melihat dua orang yang mengikuti gerakan tubuhnya. Tapi aku tidak tertarik. Aku lebih suka mengamati dia. Dia seperti memiliki magnet tersendiri yang selalu sukses mencuri perhatianku. Entah bagaimana bagi orang lain.
Dia membalikkan badan, membuat rambut lurusnya yang setinggi bahu itu bergoyang lembut. Dia tersenyum, dan memanggilku masuk. Aku duduk saja di dalam seraya masih mengamatinya. Aku memang bukan gadis cantik yang populer saat itu. Aku hanya gadis pendiam yang lebih suka 'menepi'. Tapi entah aku sangat menyukai bagaimana cara dia membuatku merasa nyaman dengan segala perlakuannya kepadaku. Safety. Aku merasa aman bersamanya.
Dia jauh lebih tua dariku, tapi dia benar-benar bisa membuatku merasa masa-masa kecilku menjadi berwarna karenanya. Mungkin baginya aku bukan apa-apa, aku bukan siapa-siapa. Tapi entah, aku memandangnya sebagai gadis luar biasa yang 'perkasa'. :D
*beberapa tahun kemudian*
"Ka Anez", bisikku perlahan ketika aku hendak melepas mukenaku. Dia berada dua shaf lebih depan dariku, terlihat sibuk berbenah melipat mukenanya yang sudah ia lepas. Aku bisa melihatnya dengan sangat jelas dari sudut kiri belakangnya. Aku tersenyum. Apa dia masih ingat aku? Aku rasa tidak. Biar sajalah. Tapi aku tetap saja betah memandanginya. Seperti yang biasa aku lakukan beberapa tahun yang lalu. Tak banyak yang berubah darinya.
Gadis kurus, putih mulus, rambutnya hitam lurus setinggi bahu. berkacamata, dan memiliki garis wajah yang cukup tegas. Cantik namun terlihat tangguh. Enerjik, mungkin itu kata yang tepat untuknya.
Aku teringat, semua letupan kegembiraan ketika berada di dekatnya dulu seketika sirna sewaktu aku mulai beranjak dari umur 10 tahun dan aku hampir tidak pernah melihatnya lagi. Aku merindukan sosoknya. Merindukan kenyamanan yang aku rasakan ketika berada di dekatnya.
Aku hanya bisa bertemu dengannya saat aku libur panjang dan ketika sempat singgah ke rumah mama. Sebelum itu pun aku sudah sangat merindukan hari libur agar bisa bertemu dengan Ka Anez. Tapi sejak mama lebih sering ke rumah nenek, aku bahkan tak pernah lagi bertemu. Pernah suatu saat aku memikirkan siapa sebenarnya nama panjang Ka Anez. Aku sempat memberanikan diri bertanya kepada mama siapa nama panjangnya. Tapi nihil, mama ternyata juga tidak tahu. Aku menerka dengan jutaan imajinasiku yang liar. Bahkan di tengah-tengah pelajaran pun aku masih sempat memikirkan siapa nama lengkapnya. Lalu terbersitlah sebuah kata. Johanez. Itukah? Itukah namanya? Singkatan dari Anez?
Aku mulai membuat 'teman-ilusi'ku. Teman ilusi seperti di film kartun kesukaanku dulu. Hikaru No Go. Film lama memang. Aku menginginkan aku punya teman seperti Fujiwara Sai. Walaupun jelas berbeda namun intinya sama. Hanya aku yang tahu siapa 'Sai' ku, tidak ada orang lain yang dapat melihat dan tahu tentang 'Sai'.
Namun aku tidak ingin memanggil teman-ilusi ku ini dengan nama panggilan teman perempuan yang aku gadang-gadang itu. Maka, aku lebih nyaman memanggilnya dengan 'Jo' dari kata 'Johanez'. Ya. Jo. Dia yang menemaniku dengan setia, menjadi pendengarku yang paling setia. Yang menguatkanku karna aku percaya bahwa aku tidak sendiri, ada 'Jo' yang menemaniku. Walaupun aku tahu dan sadar bahwa Jo hanya ilusiku. Ilusi yang telah menghilang namun hingga kini masih saja terkenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar