Sabtu, 29 Desember 2012

Uniknya Aku


"Everytime you miss me, you need me, remember me. I will come to you i promise you, i’ll be there for you"

Seperti ceritaku yang lalu, aku memiliki imaginary friend yang aku sebut Jo. Aku tau ini terdengar konyol. Tapi orang yang kesepian dan 'aneh' sepertiku ini bisa dikatakan berpotensi memiliki 'kegilaan' yang tidak wajar itu. Ku akui sudah sangat lama aku tidak 'berkomunikasi' dengan Jo. Namun setiap aku merasa kecewa, sedih, membutuhkan seseorang yang memberikanku semangat dan motivasi, aku selalu ingat Jo. Seandainya ada Jo.
Ah bodoh, mungkin lebih tepatnya aku ingin mengatakan, seandainya ada ka Anez. Tapi aku terlalu takut untuk mengatakannya. Takut aku terlalu berharap, dan terlalu kecewa karna telah melontarkan kata-kata itu. Oleh karena itu, aku lebih suka berharap akan kedatangan Jo. Mengandalkan Jo. Karna Jo sebenarnya adalah aku dengan cermin ka Anez. Jadi tidak ada yang meninggalkan dan ditinggalkan, tapi selalu ada yang bisa diandalkan dan diharapkan.
Jo bukan siapa-siapa. Bukan makhluk halus atau semacamnya. Tapi Jo adalah aku. Bagian dariku, dan hati kecilku, dari otakku, dari hasil pemikiranku, dan dari alam bawah sadarku. Mungkin kamu yang sedang membaca tulisanku ini sedang mengumpat atau mengataiku makhluk yang aneh, gila, atau semacamnya. Aku tidak peduli. Aku memang unik. Aku berbeda denganmu. Aku bukan kamu, dan kamu juga bukan aku. Setiap orang itu berbeda, yang jelas aku bangga menjadi siapa diriku yang sekarang. Menerima diriku apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihanku, dan dengan segala keanehan yang aku miliki. Sekian.

  

Selasa, 18 Desember 2012

Sebastian dan Jo

"Kuroshitsuji - Black Butler"


Mungkin beberapa diantara kalian mengetahui alur cerita dari Kuroshitsuji. Entah, aku sendiri mungkin tidak tau menau seperti apa dan bagaimana karakter pridadiku sendiri. Entah memiliki dua kepribadian, atau hanya angin-anginan. Aku sangat menyukai alur cerita dan karakter yang ada di dalam Kuroshitsuji. Terutama Ciel Phantomhive dan Sebastian Michaelis. Aku sangat memuja sosok Sebastian, dan aku ingin menjadi seperti Ciel, memiliki seorang Butler yang sangat setia dan selalu memenuhi apapun yang diinginkan dan dibutuhkan Ciel. Aku sangat menyukai kata-kata Sebastian, bahwa Demon tak seperti manusia yang mudah untuk berkata bohong. Bila kontrak telah disetujui kedua belah pihak, maka tidak akan ada kata betray, tidak akan ada yang dikhianati dan mengkhianati. Dia akan bersedia menemani dan berada di sampingmu sampai kapanpun. Untill the End. 


Aku juga sangat menyukai bagaimana cara Sebastian tersenyum. Tidak licik, juga tidak lugu. Sarat makna. Seperti apa yang dikatakan Ciel, bahwa Demon jauh lebih tau apa harus dilakukan ketika kontrak yang terjalin sudah menemui kata sepakat. Apa memang benar di dunia ini tidak ada yang seperti Sebastian? Maksutku dalam wujud manusia. Tidak adakah yang tersisa satupun seorang manusia yang bisa menjaga sebuah janji? Apakah hanya seorang Demon?
Walaupun aku tidak memiliki Sebastian, tapi aku memiliki Jo. Namun aku masih tetap berharap dan bermimpi bahwa di dunia ini masih ada sosok seperti Jo dalam wujud manusia. Selain ka Anez.

   

Kamis, 15 November 2012

Just Let Me Go



Aku menangis di dalam hati. Aku tau ini akan melukai hatinya, menghancurkan impian yang telah kami bangun puluhan bulan yang lalu. Tapi aku rasa ini memang sudah saatnya untuk diakiri. Aku tidak mempunyai alasan yang kuat untuk tetap melanjutkan hubungan kami. Aku menulis ini, bukan untuk mempublikasikan pada dunia. Hanya saja, aku tidak tau lagi kepada siapa aku mengadu. Yang tau pasti mengenai isi hatiku hanya aku dan Tuhan. Mungkin seluruh dunia melihatku dari sebuah pespektif bahwa memang aku yang patut disalahkan. Biarlah. Aku terima saja. Aku hanya ingin diam. Membiarkan semua berjalan sesuai dengan isi hati dan pemikiran mereka masing-masing. Bukan berarti aku membenarkan, aku hanya tidak ingin berkomentar. Aku lelah. Benar-benar lelah. 
Aku membacanya lagi. Dan kini ku putuskan untuk menyimpan di blog kesayanganku ini. Bukankah ini dunia yang kuciptakan sendiri?
Kalian boleh masuk dan berkomentar, tapi kalian tidak dapat mengubah apapun di duniaku. 

"Layang-layang Terakhir"

Mungkin ini layang-layang terakhir yang aku berikan langsung ke hatimu. Entah kapan lagi aku kesini, ini layang-layangku yang aku antar lagsung ke kotamu. Tak kutitipkan pada langit, tak kuterbangkan dengan angin. Rindu nanti. Ini terakhir.

Apapun nanti, saat kita kembali bertemu. Aku ingin kau kembali mengumpulkan ribuan layang-layang yang tempo hari aku kirimkan dan mengambalikannya lagi padaku. Entah kapan. Hanya simpan dan seringlah tengok mereka, jangan ada yang tersobek satupun.

Kau tak mengantarku ke tempat dimana pertama kali kita berpisah. Tetesan airmata membanjiri perpisahan kala itu, karena hari-hari sebelumnya kau benar-benar ada di sini, ditempatnya, dihatiku. Apakah kali ini masih ada? Apakah kau masih menungguku hingga aku dan kau tak berjarak lagi? Aku mengantarmu sampai hari ini. Diujung pintu hati.

Pastikan semua indah nantinya jika kau ijinkan aku untuk kembali.

-****-


Aku ingin mengucapkan sepatah kata maaf untukmu yang di sana. Mungkin ini tulisan terakhirku tentangmu. Terima kasih telah pernah hadir dan membuat hari-hariku berwarna. Maaf bila aku harus meminta pergi. Karna aku rasa memang hubungan kita tak lagi seperti dulu. 

"Biarkanlah semua berlalu tanpa harus kita ingkari cinta yang dulu pernah terjalin indah di hati kita." 

 

Senin, 27 Agustus 2012

Sesederhana Pasir Pantai





Memoriku bagaikan pasir di tepi pantai. Angin bertindak sebagai pengganti peran waktu. Mungkin seseorang pernah menulis atau bahkan melukis sesuatu yang indah di atas pasir pantai. Namun seindah apapun tulisan maupun lukisannya itu, angin tak pernah peduli. Ia meniupkan sedikit demi sedikit butiran-butiran pasir pantai yang telah terpola. Pun ketika datang belaian mesra riak yang dengan mudah menghapus guratan indah itu. Semakin lama lukisan indah itu semakin memudar. Memudar lagi, dan terus memudar. Hingga akhirnya kembali seperti semula. Hanya sebuah hamparan pasir pantai yang berserak dan tak berpola.



Jumat, 10 Agustus 2012

Anaphalis Javanica



Aku duduk menghadap meja bundar di ujung ruangan. Menatap sebuah bunga yang tampak sangat mungil. Bunga itu kini menyisakan beberapa helai memori, pun dengan ruangan ini. Mereka menjadi saksi bisu akan memori yang tak terjamah. Bunga yang kutemui diatas gunung berjubah kelabu halus. Bunga yang mengejutkanku, menutupi apa yang telah aku bangun. Sama ketika aku melihat gunung itu. Dahulu mungkin tidak seperti yang kulihat sekarang, bahkan mungkin jauh lebih indah. Tapi siapa yang bisa menghentikan kehendak Tuhan? Dengan kebesaran-Nya, apapun bisa saja terjadi. Bahkan perubahan ini. Sekarang, di depanku, yang kulihat hanyalah permadani kelabu membentang panjang nan luas, dan aku hanya seperti setitik debu diantaranya. Dan dibalik cerita pilu itu, tersisa sebuah cindera dari-Nya, guratan-guratan indah penuh memori. Setiap lekukan, setiap kerikil yang tersebar, dan material panas itu menggemakan tangis dan jeritan pilu bagi sebagian orang. Mungkin kita tidak akan pernah bisa mengerti, selain melihat apa yang tersisa dan terlihat indah namun terlihat menyeramkan bagi mereka. 
Setiap peninggalan meninggalkan filosofi. Bahkan sebuah bunga kecil ini. Aku mungkin tidak terkesan dengan tampilan luarnya yang tidak seindah bunga sakura. Mungkin aku tidak begitu tertarik dengan baunya yang tidak seharum bunga mawar. Tapi sebuah arti yang terlampir di dalamnya itu yang selalu sukses menikam ujung ruang di balik rongga dadaku.

Selasa, 07 Agustus 2012

Sebatas Hati

"Kenapa bukan aku????"
Satu pertanyaan ini sempat menggantung-gantung tepat di depan mataku. Membuatku merasa cukup sesak. Aku selalu berusaha memakai topeng. Tersenyum di hadapanmu, dan menangis di balik punggungmu. Hanya ingin menjaga suasana hatimu, menjaga agar kebahagiaanmu tak menguap karena tingkah bodohku. Membiarkan diri untuk selalu ditikam dalam pemikiranku sendiri tentang jawaban dari pertanyaan itu. Sedih? Ya, pasti. Aku sedih. Karena begitu tidak sempurnanya aku di matamu. Aku ingin menjadi seseorang yang kau lihat. Seseorang yang hanya ingin kau sentuh dan kau bahagiakan. Aku benar-benar menginginkannya. Namun ragaku selalu tak sejalan dengan hatiku. Bahkan untuk menyentuhmu saja aku ga sanggup. Bukan karena aku pengecut. Aku hanya tidak ingin kau tau apa yang selama ini aku sembunyikan. Aku hanya tidak ingin diriku lepas kendali menginginkan lebih dari sentuhan epidermis. Aku memendam semuanya jauh di dalam mataku, yang tak pernah kau lihat. Aku...........................hanya seseorang yang tak begitu berharga bagi semua orang terutama dirimu. Aku tak ingin memonopoli situasi. Jadi, kubiarkan saja begini. Hanya sebatas hati. Tak lebih. Bahagialah, karna hanya itu yang ingin kulihat. Aku jujur, tak berdusta. Karna memang itu yang aku inginkan. Jangan bersamaku, karna aku tau aku bukan tujuanmu dan tempat dimana kau bisa menemukan kebahagiaan, dan aku sadar betul bahwa aku tidak bisa membuatmu bahagia. Jadi, berbahagialah. Aku hanya ingin melihat wajahmu bersinar dengan kebahagianmu itu. 

Minggu, 22 Juli 2012

Jo

*beberapa tahun yang lalu, sewaktu aku masih duduk di bangku SD*

Aku berjalan santai menuju rumah seseorang. Ketika aku baru saja sampai di depan pagar depan rumahnya, kulihat punggungnya. Aku tersenyum. ENtah, setiap kali melihatnya aku selalu ingin tersenyum. Dia bergerak enerjik mengikuti irama lagu yang berdentum-dentum. Aku juga melihat dua orang yang mengikuti gerakan tubuhnya. Tapi aku tidak tertarik. Aku lebih suka mengamati dia. Dia seperti memiliki magnet tersendiri yang selalu sukses mencuri perhatianku. Entah bagaimana bagi orang lain.


Dia membalikkan badan, membuat rambut lurusnya yang setinggi bahu itu bergoyang lembut. Dia tersenyum, dan memanggilku masuk. Aku duduk saja di dalam seraya masih mengamatinya. Aku memang bukan gadis cantik yang populer saat itu. Aku hanya gadis pendiam yang lebih suka 'menepi'. Tapi entah aku sangat menyukai bagaimana cara dia membuatku merasa nyaman dengan segala perlakuannya kepadaku. Safety. Aku merasa aman bersamanya.
Dia jauh lebih tua dariku, tapi dia benar-benar bisa membuatku merasa masa-masa kecilku menjadi berwarna karenanya. Mungkin baginya aku bukan apa-apa, aku bukan siapa-siapa. Tapi entah, aku memandangnya sebagai gadis luar biasa yang 'perkasa'. :D

*beberapa tahun kemudian*

"Ka Anez", bisikku perlahan ketika aku hendak melepas mukenaku. Dia berada dua shaf lebih depan dariku, terlihat sibuk berbenah melipat mukenanya yang sudah ia lepas. Aku bisa melihatnya dengan sangat jelas dari sudut kiri belakangnya. Aku tersenyum. Apa dia masih ingat aku? Aku rasa tidak. Biar sajalah. Tapi aku tetap saja betah memandanginya. Seperti yang biasa aku lakukan beberapa tahun yang lalu. Tak banyak yang berubah darinya. 
Gadis kurus, putih mulus, rambutnya hitam lurus setinggi bahu. berkacamata, dan memiliki garis wajah yang cukup tegas. Cantik namun terlihat tangguh. Enerjik, mungkin itu kata yang tepat untuknya. 
Aku teringat, semua letupan kegembiraan ketika berada di dekatnya dulu seketika sirna sewaktu aku mulai beranjak dari umur 10 tahun dan aku hampir tidak pernah melihatnya lagi. Aku merindukan sosoknya. Merindukan kenyamanan yang aku rasakan ketika berada di dekatnya.
Aku hanya bisa bertemu dengannya saat aku libur panjang dan ketika sempat singgah ke rumah mama. Sebelum itu pun aku sudah sangat merindukan hari libur agar bisa bertemu dengan Ka Anez. Tapi sejak mama lebih sering ke rumah nenek, aku bahkan tak pernah lagi bertemu. Pernah suatu saat aku memikirkan siapa sebenarnya nama panjang Ka Anez. Aku sempat memberanikan diri bertanya kepada mama siapa nama panjangnya. Tapi nihil, mama ternyata juga tidak tahu. Aku menerka dengan jutaan imajinasiku yang liar. Bahkan di tengah-tengah pelajaran pun aku masih sempat memikirkan siapa nama lengkapnya. Lalu terbersitlah sebuah kata. Johanez. Itukah? Itukah namanya? Singkatan dari Anez?
Aku mulai membuat 'teman-ilusi'ku. Teman ilusi seperti di film kartun kesukaanku dulu. Hikaru No Go. Film lama memang. Aku menginginkan aku punya teman seperti Fujiwara Sai. Walaupun jelas berbeda namun intinya sama. Hanya aku yang tahu siapa 'Sai' ku, tidak ada orang lain yang dapat melihat dan tahu tentang 'Sai'. 


Namun aku tidak ingin memanggil teman-ilusi ku ini dengan nama panggilan teman perempuan yang aku gadang-gadang itu. Maka, aku lebih nyaman memanggilnya dengan 'Jo' dari kata 'Johanez'. Ya. Jo. Dia yang menemaniku dengan setia, menjadi pendengarku yang paling setia. Yang menguatkanku karna aku percaya bahwa aku tidak sendiri, ada 'Jo' yang menemaniku. Walaupun aku tahu dan sadar bahwa Jo hanya ilusiku. Ilusi yang telah menghilang namun hingga kini masih saja terkenang.


Imaginary Friend


Aku, gadis berusia 9 tahun dengan sejuta kediaman yang aku miliki. Dan tak banyak orang yang tahu, mengenai temanku yang ilusi. :)
Ah, itu bis kota yang akan menuju ke arah rumah mamaku. Aku dan tanteku bergegas naik. Aku lebih suka dan selalu memilih tempat duduk di dekat jendela. Alasannya? Karena di situ aku aku bisa 'berbincang-bincang' dengan teman ilusi atau teman khayalanku. Bis ini berjalan lambat menanti penumpang, aku sudah tidak sabar menunggu bis ini melaju cukup kencang di jalan tol. Aku menunggu dengan sikap tak sabar, selain karena gerah, pak supir pun terlihat belum berniat untuk menginjak pedal gas. Aku hanya bisa pasrah menunggu. Ketika bis ini mulai melaju, aku merapikan posisi tubuhku senyaman mungkin dan melihat ke luar melalui jendela bis. Ketika bis mulai melaju cepat, pembatas jalan di tol ini selalu menarik perhatianku. Dan selalu aku ajak 'berbicara', tidak secara langsung memang. Hanya di dalam hati. Semacam telepati. Hehee. Aku menyebut teman perjalananku yang ilusi itu dengan sebutan 'Jo' dari kata 'Johanez'.
Aku tumpahkan apa saja yang aku rasakan kepadanya. Walaupun percakapan yang aku lakukan seperti terkesan satu arah dan menggantung, aku merasa senang karna ada yang 'mendengarkan'ku tanpa mengeluh letih mendengar ocehan-ocehan sampahku
.

Namun hal itu mulai sangat jarang aku lakukan ketika umurku mulai beranjak dari 10 tahun. Aku semakin jarang ke rumah mama. Karna justru mama yang lebih sering ke rumah nenek yang sekarang aku tinggali. 'Pertemuan'ku dengan Jo menjadi tak lagi intens. Aku resah, karna aku bingung ingin 'membuang' keluh-kesahku dimana. Dan semenjak itu setiap kali aku sendiri, berjalan sendirian di jalan. Aku kembali ke kebiasaan itu, 'berbincang' dengan Jo. Walaupun ketika aku sedang sendiri tapi aku merasa berani, meskipun aku sadar betul bahwa Jo hanyalah ilusiku.
Namun, entah sejak kapan, teman-temanku sering berada di sampingku. Kami tertawa bersama-sama, bercerita walau kadang tidak banyak yang aku ceritakan karna aku paling tidak suka ditertawakan atau diremehkan. Sehingga perlahan aku jadi tidak pernah lagi 'berbincang' dengan Jo. Dan pernah sekali waktu aku menyadari hal itu, seketika aku 'memanggil' Jo, meminta maaf karna tak lagi sering 'berbincang' dengannya. Dan semenjak itu Jo-ku pun perlahan menghilang.
Aku memang tergolong tertutup karna aku dibesarkan di keluarga yang cukup 'tertutup' pula. Di keluargaku seperti selalu ada batas yang sangat jelas antara yang tua dan yang muda. Rasa hormat seperti terasa begitu kental. Sehingga terkadang aku kurang merasakan kedekatan. Aku hanya merasa dekat dengan nenek. Tapi nenekku pun tidak selalu ada untukku, mendengarkan keluh-kesahku, dan ucapan-sampahku. Karna itu aku lebih memilih untuk mencari 'teman ilusi'. Dan itu seringkali mengganggu fikiranku. Apa aku ini waras? Wajarkah aku bersikap seperti itu? Memiliki imajinasi yang cukup 'aneh'? Entah, aku rasa aku butuh psikolog untuk menemukan jawabannya. :)

Rabu, 18 Juli 2012

Explosion


Berdiri di atas batu karang selayaknya menantang ombak untuk bertarung melawan.
Setiap bunyi deburan ombak menampar karang, semakin membuat gemuruh di dalam rongga dada.
Rahangnya mengatup keras, matanya terpejam mencoba mengambil alih kendali diri.
Tak sadar tangannya menggenggam begitu kuat, namun seketika ia menyadari itu lalu membuka matanya dan membuka setiap jemarinya yang saling merapat.
Namun dengan terbukanya mata, kendali diri itupun lenyap tenggelam dalam teriakan amarah memecah ombak.
Lagi-lagi tubuhnya bergerak tanpa ada perintah.
Jemari-jemari di kedua tangannya mencoba mencengkram dadanya sendiri, mencoba meraih apa yang ada di dalam rongga dadanya yang terasa sangat sakit.
Semakin keras ia menjerit perih.
Kedua tangannya yang tak mampu meraih apa yang ia rasakan saat itu, kini semakin liar menyakiti tubuhnya sendiri.
Jemari-jemarinya menyusup ke dalam rambutnya, meraih, mencengkram, dan menariknya dari kedua sisi.
Jeritannya semakin perih dan semakin serak..
Semakin serak, dan akhirnya melemah..
Airmatanya tumpah ruah, raganya melemah, lututnya tak mampu lagi menopang tubuh.
Seakan tulang punggungnya turut melemah, ia tak mampu lagi duduk, raganya jatuh lemas di atas karang dengan hantaman ombak yang tak ramah.
Suaranya semakin melemah, namun airmatanya masih tetap gigih mengalir.
Tubuhnya lemas, tak mampu lagi untuk menuruti perintah emosinya.
Yang tersisa hanya isakan yang sesekali terdengar. Kadang melemah, kadang menguat dengan isakan yang terdengar seperti robekan.
Begitupun salah satu sisi tangannya yang sesekali tetap berupaya mencengkram apa yang ada di dalam rongga dadanya yang terasa perih.
Gaunnya basah oleh percikan ombak, namun ia tak punya peduli.
Ia membiarkan raganya bereaksi sesuka hati.
Lelah. Raga, fikiran, dan hati.
Tak ada kata nanti bahkan esok.
Karna 'sekarang' saja sudah sangat gelap baginya.
Tidak ada satupun yang datang.
Dan ia sadari itu.
Hanya saja, ia membiarkan apa yang akan terjadi padanya.
menunggu, menunggu ketidakpastian akan hidup yang akan ia jalani selanjutnya.
Hidup yang mungkin akan sangat berbeda.
Semoga.

"For You Mine :')"




Hari terakhir di kotamu..
Banyak hal yang aku tau dari kamu sekarang, banyak hal yang aku belajar dari kamu sekarang.. Many thanks to you my lady, for the love, care, every hug and kiss that you give to me, I really in love with you. :')

Akhirnya gak pacaran sama handphone ya 4 hari ini, 4 hari sama kamu, 4 hari tau kamu, 4 hari yang bikin aku paham cara kamu sayang aku itu gimana. Makasi sayang, rasanya kalo mau bilang itu langsung bawaannya mau nangis. :'D ada hal yang bikin gak rela buat jauh lagi sama kamu, tapi ada hal yang bikin aku harus pulang ke kota aku. Ada monster skripsi nih yang nungguin aku di sana, kasi aku semangat terus ya, biar cepet selese dan aku bisa ketemu kamu lagi, ntar kita cari mas" matahari royal itu, kita cari apa dia udah jadi mungkin sama cewe yang dia suka setelah ngomong "APAKAH MUNGKIN??" Hahahaha.. Ntar lah kita touring angkot yang berujung pulang naek taksi lagi, mungkin ntar aku bakal beli buket bunga aja, gak syekuntum (SEKUNTUM ayank *emot protes*) lageeh hahaha.. banyak yang belum aku ubek" di Surabaya ini :D next time aku bakal tinggal agak lama buat nemenin kamu setelah semua kelar disana.. (Hmmm, apakah mungkin??)

Aku pulang, gak sempet ngelewatin bulan ke-17 itu bareng" sama kamu :') kalo Tuhan kasih izin sama kita, aku pasti balik buat ngerayain aniv. taun kedua sama kamu nanti. Sayang terus sama aku ya, kamu yang aku butuhin Popo bukan orang lain :') 4 hari sama kamu, 4 hari di kota yang SUPER HOT! Yang bikin aku selalu bangun pagi karena kegerahan, dan jadwal kuliah kamu yang maksa aku buat ikut bangun pagi bareng sama kamu. Makasih banyak sayang, aku harap setelah ini hubungan aku sama kamu jadi makin baik. Amien.

"Nanti akan ada ribuan layang-layang bertuliskan kata rindu yang terbang melayang ke kota ini setelah aku pulang, masikah nanti kamu mau menunggu aku (lagi) untuk kembali kesini?"

Love you mine,
-bubu- 


I can't hate you, galz

Pernah ga sih kalian itu ga suka ama sikap seseorang? Terlebih lagi dia sohib kamu? Sakit ga sih? Hufh, itu yang aku rasain sekarang.
Jujur aku sakit hati. Jujur aku memang ga suka ama sikapnya itu. Bisa dibilang BANGET. Tapi tolong donk ada kesadaran ga sih? Oke kayaknya aku tahu rasanya dia memang ga terlalu respect sama aku. Oke fine, padahal identitas aku aja belum kebuka secara gamblang dan ternyata dia sudah ga se-respect ini. Hm, oke aku terima. Ga semua sahabat yang kita kenal itu selalu ngertiin gimana ada di posisi kita. Ga semua sahabat itu bisa nurutin semua yang jadi kemauan kita. Karna apa? Karna itulah dia, itulah mereka dengan jati diri mereka dan kepribadian 'unik' mereka masing-masing. Begitu pula dengan aku. Aku dan kepribadianku sendiri. 
Aku membiarkan diriku sendiri untuk sengaja menarik diri dari mereka. Hanya ingin mengetahui sejauh mana mereka sadar bahwa aku menjauh. Oke katakanlah aku memang marah, sangat marah. Aku memang sakit hati. Sangat sakit hati bila teringat lagi saat itu. Tapi entah, aku sendiri tidak terlalu suka dengan pertikaian sebenarnya. Aku hanya ingin memaafkan, walaupun sebenarnya aku tidak terlalu peduli apakah aku dimaafkan olehnya atau tidak, selama aku sudah berinisiatif untuk meminta maaf. Aku tahu, aku orang yang sangat sensitif dan emosional. Terserah mereka mau menerimaku apa adanya atau tidak Tapi aku ingin memulainya dari diriku sendiri. Mencoba menyadarkan diriku sendiri bahwa itulah dia. Itu memang dia. Lagi-lagi, nobody's perfect, poe. Ga ada orang yang sempurna di dunia ini. Tapi bagaimana caranya agar kita bisa menerima orang lain secara sempurna,  tanpa mempermasalahkan kekurangan orang lain. :)

Kamu



Aku merasa sangat beruntung. Ya, menjadi gadis yang sangat biasa saja dengan kekurangan yang tak terbatas. :')
Tuhan mengirimkan seseorang ke kehidupanku yang semula tampak abu-abu. menggoreskan tinta-tinta yang semakin hari semakin jelas terlihat semburat warna yang tampak berbeda di setiap perspektif.
Kamu. Seseorang yang menerimaku apa adanya. Menemaniku di setiap tangis dan tawa. Meladeni dengan sangat sabar bahkan ketika aku sedang emosi berat. Memiliki kadar maaf yang luar biasa atas semua kesalahan yang aku lakukan. 
Kamu. Membuat aku yang merasa terkucil ini menjadi istimewa. Cukup bagiku menjadi seseorang yang istimewa di matamu, walaupun orang lain tidak melihatku seperti layaknya kamu melihatku.
Aku bahagia, sungguh. Aku bersyukur, sangat. Atas hadirnya kamu di kehidupanku. Thx God. :')


Minggu, 08 Juli 2012

AkuKamu

Aku lirik jam digital di atas meja di samping tubuhku. Pukul 11.25. Aku pulang terlalu pagi ternyata. Aku regangkan seluruh bdanku, lalu meringkuk di atas sofa ruang tengah. Tanganku mencoba merogoh ke dalam tas yang aku letakkan di ujung sofa, mencari-cari handphone bututku yang selalu aku bawa kemana-mana. Aku putar lagu favoritku, Adele - Make you feel my love. Aku tekan pilihan repeat agar lagu itu terus diputar berulang-ulang. Aku coba memejamkan mata. Aku ingin tidur, sebentar saja.
Entah sudah berapa lama aku terpejam, tapi aku merasa ada seseorang yang mengusap-usap kepalaku. Ah, wangi parfum ini. Musky. Hmm, apa ini hanya ilusi? Apa ini hanya mimpi? Kepalaku terasa sedikit pening saat aku mencoba membuka mata. Aku melihat sepasang mata sedang melihatku dengan teduh. Bulat dan berkilat lembut. Ah, seringai itu. Jelas, aku ingat siapa yang ada dihadapanku. Tapi ada yang berbeda. Entah, apa karena aku masih belum sepenuhnya sadar atau memang ada yang berbeda darinya. Hatiku masih ragu, apa benar ini nyata? Apa memang ini mimpi? Terlalu aneh. Sejak kapan dia memiliki tatapan mata seperti itu? Apa aku yang baru menyadarinya?
Aku seperti terhipnotis seketika dengan tatapan itu. Yang sangat ingin aku lakukan saat ini hanya memeluknya. Tapi entah justru aku tidak melakukannya, aku hanya diam. Ia meraih tanganku, mengaitkan tanganku dengan tangannya. Lalu mencium punggung tanganku seraya tersenyum.  Ia pun bangkit dan beranjak dari hadapanku. Ah, menuju dapur rupanya. Aku juga mencoba bangkit, namun tiba-tiba saja aku memutuskan untuk duduk di ujung sofa saja, di atas sandaran lengan. Aku hanya bisa mengamati punggungnya, mencoba menerka apa yang ia lakukan di dapur sana. Seseorang berambut cepak itu menoleh ke arahku tanpa memutar badan seraya tersenyum lebar. Aku masih belum bisa bereaksi. Lalu aku putuskan mendekatinya, mencari tahu apa yang sedang ia lakukan. Aku melihat dari balik bahunya, seekor kucing kecil berwarna abu-abu dengan pita besar di punggung lehernya. Tanpa komando apapun, ia memutar badannya ke arahku tanpa mengindahkan kucing kecil itu. Memelukku seraya tertawa begitu renyah. Aku tersenyum mendengarnya tertawa seperti itu. Aku hanya mengusap kepalanya sesaat, lalu ia mengambil kucing kecil itu. Menggendong, dan mengarahkannya tepat di depan wajahku. Ia tertawa riang. Kembali memelukku, lalu menatapku tersenyum dengan menghujamiku lagi dengan tatapan teduh-penuh-arti. Entah, karena apa, tetapi ia terlihat sangat bahagia. Tanpa sadar aku pun ikut tersenyum. Mencoba ikut meraih kucing abu-abu itu. Namun....
Aku dikejutkan getaran dari handphoneku. Ketika aku hendak meraih handphone itu, seketika aku sadar. Aku masih berada di atas sofa, meringkuk. Aku melihat sekeliling sepi, dan tidak ada seorang pun. Aku menghembuskan nafas panjang dan membisikkan sesuatu untuk diriku sendiri, "seharusnya memang aku sadar itu hanya mimpi." Aku mengambil handphone yang masih saja memutar lagu Adele. Aku membuka tombol kunci dan muncul sebuah alarm pengingat. Terlihat sebaris tulisan terpampang di layar handphoneku, "10th Anniversary" dengan background fotoku bersamanya saling merangkul dan tertawa bersama. Lagi-lagi aku menghela nafas panjang. Kalau saja kita bisa pergi dari sini dan tidak mengindahkan seseorangpun. Akankah Anniversary kita  ini dapat menjadi hari pernikahan kita? Mungkin. Seperti mimpi kita. Menikah di kiblat fashion itu. Kemungkinan pastilah ada, bukan? Aku ingin menghapus jarak diantara kita, dan tanpa ada dinding pembatas apapun. Entah dalam arti sesungguhnya atau dalam kiasan. AkuKamu. Sedekat itu, tanpa ada spasi maupun kata 'dan'.

Minggu, 20 Mei 2012

BElieve in YOUrself


Menjadi diri kita sendiri tanpa menuruti keinginan semua orang terhadap kita itu terkadang terasa sangat sulit. Tidak ada orang yang sempurna. Bisa aku tekankan sekali lagi? Nobody's perfect, guys! Setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Setiap orang terkadang menggunakan topeng, mencoba mendominasikan kelebihan diatas kekurangannya. Ego yang tinggi terkadang membuat kita berfikir, mengapa terasa begitu sulit ketika kita menjadi diri kita sendiri? Tidakkah mereka bisa menerima keberadaanku tanpa mempermasalahkan kekuranganku?
Salah seorang teman berkata, "You don't have to be what everybody wants." Tapi mengapa untuk praktik di kehidupan nyata terasa begitu sulit? 
Sesekali entah karena alasan apa, aku ingin menarik diri dari semua orang. Bukan untuk meng'eksklusif'kan diri, membuat diriku spesial dari yang lain. Tidak. Aku hanya ingin menyiapkan diriku sendiri, menyiapkan batin agar suatu hari nanti bila mereka semua pergi dan hanya tinggal aku sendiri, aku bisa menghadapinya dengan baik. Tidak beharap terlalu tinggi bahwa mereka akan tetap tinggal bersamaku. Karena aku sendiri terlalu takut untuk kehilangan ketika semuanya sudah menjadi suatu habituasi dan ketergantungan.
Sedari kecil aku selalu belajar bagaimana menjadi kuat, menjadikan diriku sendiri tegar tanpa bantuan hiburan dari orang lain, belajar untuk bisa menghibur diriku sendiri ketika tidak ada seorang pun di sampingku. Walaupun hati menjerit perih, namun aku masih mampu memasang topengku. Tanpa ekspresi. Bukan berarti, ketika di dalam hati aku menangis, namun tampak dari luar aku tersenyum bahkan tertawa. Tidak, aku tidak semunafik itu.
Aku lakukan hal itu, ketika aku mulai menyadari bahwa aku telah sendiri, berdiri sendiri, ketika aku tidak melihat seorang pun di sekelilingku. Namun bukan berarti aku hanya akan berdiam diri, menunggu seseorang yang datang untuk menjemputku dan mengajak ke suatu tempat yang lebih nyaman. 
Aku akan berjalan sendiri, ya.. Sendiri.
Karna suatu hari nanti pun, pada akhirnya semua orang akan berjalan sendiri. Tanpa siapa pun.. 

Sabtu, 28 April 2012

Sebuah Analogi

Seorang wanita sedang memegang dan memandangi selembar kertas di tangannya. Berdiri di antara ilalang yang dengan lembut mengusap-usap kaki telanjang wanita itu. Rambutnya tergerai, melambai senada dengan gerakan ilalang. Ujung bibirnya mengulum senyum tipis dengan mata yang berkilat lembut. Perlahan ia menurunkan tangannya seraya melangkah perlahan keluar dari kumpulan ilalang yang memeluk kakinya yang jenjang. Kini ia berpijak di atas  rumput-rumput liar yang tidak terlalu tinggi. Perlahan ia memposisikan tubuhnya berbaring dengan nyaman. Tangan kanannya yang berada di samping tubuhnya tertekuk sehingga pergelangan tangan yang memegang kertas itu berada di samping kepala. Ia mencoba menutup matanya dan bayang-bayang itu kembali hadir. 

"Seseorang berdiri di hadapannya, memandang jauh ke dalam matanya. Memegang tangannya seraya mengucapkan salam perpisahan. Meninggalkan kenangan, sekuntum bunga, dan sepucuk surat yang tak terduga. Wanita itu hanya terdiam, matanya berkilat lembut. Tersenyum lalu membalas salam perpisahan itu dengan sebuah pesan yang sangat lazim diucapkan. 
Berlalu begitu saja, dengan sangat cepat. 
Wanita itu berbalik menjauh, menarik nafas dalam seraya menengadah ke atas langit. Suara bising di kota besar itu seraya terhisap entah kemana, seketika di telinganya mendadak hening. Tapi ia terus melangkah tanpa berbalik, tanpa melihat kebelakang. Namun ketika terdengar bunyi kereta di balik dinding perbatas yang ada di samping tubuhnya, ia hanya bisa menatap dinding itu, matanya hanya bisa berusaha membelah dan menerobos mencari-cari wajah seseorang. Ia tersenyum miris, dan berbisik lirih. Ilusi.


Ia menatap bunga dan sepucuk surat yang ia pegang. Mengamati setiap detilnya. Ia putuskan membaca setiap kata yang tak sempat terucap oleh seseorang. Membaca dengan perlahan. Matanya berkilat lembut, dan...berair... Setelah wanita itu selesai membaca, terdengar suara kereta melaju perlahan di balik dinding dihadapannya. Sesaat ia  menatap dinding itu, lalu segera berlalu dengan airmata yang terus mendesak keluar dari ujung matanya."

Terasa sesak, ia membuka matanya, seketika airmata itu tumpah kembali. Wanita itu terduduk, menghapus airmatanya lalu menengadah. Mencoba menenangkan hatinya sendiri.
Membisikkan sebait lirik..
"I have died everyday waiting for you,, Darlin' don't be afraid,, I have loved you for a thousand years,, I'll love you for a thousand more.." 
 

Minggu, 15 April 2012

Tarian Pengantar Senja

Ada sesuatu yang meletup-letup dari dalam rongga dadanya. Tak henti-hentinya ia tersenyum. Manis. Ia berputar seraya mengamati gaun yang ia pakai sekarang. Mengangkat sedikit roknya yang panjang menutupi kakinya yang jenjang. Kini ia tertawa renyah, menengadah di langit. Berputar dengan lengan yang membentang. Ketika ia berhenti di satu titik, ia menyadari ada dua buah kipas tangan yang tergeletak dari tempat ia berpijak. Dengan riang, ia mengambil kedua kipas yang berjuntai kain halus yang cukup panjang. Ia menutup mata, mengatur nafas. Kedua tangannya di angkat ke atas, dan kini membentang seperti sayap. Perlahan kakinya berputar. Menari, dengan ujung kaki yang membentuk pola di atas pasir pantai. Terus menari menyisiri pinggir pantai. Memainkan kedua kipas tangan yang ia pegang, membuat juntaian kain itu turut menari bersamanya. Sampai hingga senja tiba, dan sisa-sisa pola yang tergurat di atas tanah kini mulai hilang tersapu angin dan terhapus riak ombak yang datang. Ia berputar cukup cepat membuat juntaian kain itu membentuk lingkaran yang melingkari tubuhnya. Lalu tiba-tiba ia berhenti. Menengadah. Nafasnya tersengal, namun ia masih saja tersenyum. Melihat jauh ke atas sana, seperti sedang membelah langit dan awan dengan matanya.


Selasa, 10 April 2012

Ilusi

 

Seperti kata-kata yang ada ada gambar itu. "No one is too old for fairy tales."  
Kali ini aku pengen banget bahas tentang fairy tale. Bukan bercerita, hanya ingin bermonolog ria yang berkaitan dengan ilusi, mimpi, fantasi. Bahkan aku pun melahirkan sebuah kata yang ada di blog ini. "My Crazelu Land" , yang tentunya berasal dari ilusi-ilusi liar yang mencoba mendesak keluar dari otakku. :)
Aku yang masih saja selalu berangan apakah peri itu ada? Seperti pixie yang selalu meninggalkan dust ?? Atau itu hanya sebuah pembohongan publik, ah maksutku hanya sebuah cerita fiksi untuk seorang anak kecil?? 
Kadang kala aku terlalu haus dengan keindahan yang di hadirkan dalam setiap cerita fiksi itu. Haha. Ya aku.. Seseorang yang akan beranjak dari tahunnya yang ke 19. :)
Sering kali aku bertanya-tanya pada diriku sendiri. Mengapa ada dua orang yang berbeda yang menghasilkan sebuah cerita yang di dalamnya terdapat tokoh fiksi yang sama? Misalnya, unicorn, pixie, dsb. Apakah itu legenda? Adakah bukunya? Atau hanya sebuah cerita turun-temurun yang di dahulu kala terhambat oleh media yang terbatas untuk mendokumentasikan cerita itu?
Ah aku bingung. Terlalu rumit.
Karena itu aku ingin menggunakan ilusiku sendiri untuk menghasilkan sebuah cerita fiksi yang unik. Tapi seringkali itu hanya terbatas di memori singkat saat aku sedang bergumul dalam ilusiku sendiri dan hilang begitu saja, tidak sempat untuk ku tuangkan. Selalu saja cerita itu berubah saat aku sendiri mencoba untuk menulisnya. Membuat cerita awalku sedikit termodifikasi. Atau lahirnya ilusi-ilusi lain yang mendesak untuk ikut hadir dalam cerita yang sedang ku tulis.Hah, lagi-lagi. Rumit. :D
Jika memang fairy tale itu ada di tengah-tengah modernisasi saat ini. Pasti membutuhkan  keyakinan yang sangat kuat, dan sebuah pintu masuk yang mungkin hanya bisa ditemukan oleh 1 : 1.000.000.000.000.000 orang yang mengidamkannya. Hehe. :D (kelihatannya alay banget yak. :p)
Jika memang tidak, kita bisa menjadi bagian dan tinggal di dunia yang terlahir dari ilusi kita sendiri. :D 
Membuat sebuah cerita fiksi yang indah bukan berati kehidupan nyata kita jauh lebih pahit. Biar saja, orang mau berkata apa tentang seorang pemimpi, yang pasti aku memang punya dua dunia. Dunia nyata, dan duniaku sendiri yang tentunya hanya ada aku dan ilusiku.
*sprinkle a bit of fairy dust"


"Writing Your Own Fairy Tales"

Senin, 26 Maret 2012

Emosi Remaja


Akhir-akhir ini aku kebayang-bayang tentang topik ini. "Emosi Remaja". Ya lagi-lagi aku pengen nyoba ber-monolog ria, tanpa ada unsur pembicaraan yang berat di blog ku ini. Ehehe. Kenapa sih koq tiba-tiba pengen bahas tentang topik ini?
Beberapa waktu yang lalu aku baca tulisan di sebuah web atau apalah itu ya namanya. Di situ aku baca sederet kata yang menarik dan terus-menerus menari riang di otakku.
"Alexander Stevens, Asst. Professor di Oregon Health and Science University, menjelaskan bahwa otak remaja adalah "pekerjaan yang belum selesai." Riset terbaru menyatakan jarigan saraf di otak bagian depan yang diperlukan untuk membuat keputusan, menyelesaikan masalah, dan berfikir secara logis dan nalar baru akan selesai terbentuk pada usia 20 tahunan. 
Akibatnya remaja sering mengambil keputusan berdasarkan emosi sasaat tanpa dipikirkan akibatnya kemudian. Tapi ini juga menyebabkan cinta yang dialami oleh remaja terasa begitu indah karena emosi mereka membanjir mengalir drastis dalam otak mereka."
Mulai dari situ seakan-akan serabut-serabut saraf di otakku saling bersambut, menyalurkan impuls. Menyambungkan semua hal yang terjadi di masa remajaku yang terkesan 'gelap'. Sering kita melihat, mendengar, atau menghadapi seorang remaja yang memiliki emosi yang meledak-ledak. Sedikit lebih ekstrim mungkin, bunuh diri.. Dari situ aku jadi berasumsi bahwa memang dominannya para remaja lebih menggunakan emosinya. Sering merasa sendirian, depresi, sangat sensitif, sehingga kita sendiri sering kali kita terkecoh tentang jenis kepribadian saat kita berada dalam usia belasan tahun. Seakan-akan semua mengarah pada 'melankolis'. Dan ketika kita menyadari beberapa waktu ke depannya ternyata itu bikan identitas asli kita. Ya bisa dibilang hanya identitas sesaat. Karna itu tadi, semua orang pasti melewati masa-masa remajanya yang penuh emosi karna belum terjadi proses "kematangan", ya masih mungkin sih, ini kan juga berdasarkan pendapat pribadiku aja. :)
Mungkin ada yang lebih bisa aku contohkan di kehidupan nyata yang sangat kontroversial, "GALAU". Satu kata itu sudah sangat sering kita dengar dari mulut-mulut para remaja, bahkan akun sosial mereka dibanjiri oleh status yang ga jauh-jauh dengan kata ini. Kenapa sih mereka bisa galau berjamaah gitu? Balik lagi lah di penjelasan di atas, mereka sering kali melibatkan emosi, seperti merasakan kegembiraan yang meluap-luap atau cinta yang terasa sangat indah bagi mereka. Namun ketika keadaan menjadi miring hanya beberapa derajat saja, mereka seakan-akan langit biru menjadi runtuh, matahari seakan-akan terus bersembunyi dari awan-awan gelap yang terus menangis dan petir yang meluluhlantahkan hati mereka. Semuanya tampak sangat rumit, dan 'gelap'. Beberapa diantara mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bangkit menjadi pribadi yang lebih tegar. Begitu  pula dengan apa yang terjadi denganku di waktu silam. :)
Mencoba menoleh ke belakang sejenak, melirik kepahitan yang sempat aku kecap. Tapi kini aku bisa tersenyum melihatnya. Setidaknya aku sudah sadar, dengan alasan mengapa aku sangat terpuruk. Tidak bisa mengendalikan diri pada saat itu. Sangat terpengaruh dengan emosi sesaat. Tapi aku tidak akan menghapusnya. Biar saja orang mau berkata apa tentang aku. Tapi inilah hidupku sekarang yang mungkin menurutnya sangat berbeda dengan yang dulu. Tapi menurutku ini jalanku. Aku yang menentukan aku harus kemana. Aku pula yang mentukan aku harus bagaimana. Itu sejarahku, dan sejarah itu bagian dari diriku. Karna tanpanya, mungkin aku tidak berdiri dengan tegak di sini, di pijakan yang baru, di lingkungan yang baru, dan di dunia yang baru, dengan senyuman yang merekah.

Minggu, 25 Maret 2012

Rempong


Rempong? Apaan sih??
Mungkin kalo dibaca dari judulnya bakalan dikira mau cuap-cuap soal hidup aku yang rempong (repot). Tapi rempong versi kali ini bakalan bahas soal ke-10 cewek-cewek yang saling merapat membentuk suatu ikatan. :)
Mulai dari atas pojok kiri, ada Arnay, Ochie, Nia, There, Martha. Kalo yang deretan bawah mulai dari kiri, ada Besty, Aku (p0e), Vertika, Amel, Selly.
Kali ini cuman mau share awal mula 'lahirnya rempong' ajah nanti lain kali aku bahas lebih mendalam gimana sih rempong itu. ;)
Awalnya kami ber-10 jalan-jalan ke royal plasa, biasanya makan-makan. :p
Ternyata dan ga terduga-duga di sana ada acara Galaxy Superstar. Beuh, pesertanya mantab banget yang mulai dari vokalis cewek roker, sampe mas-mas wajah mulus, aku yang cewek nih sampe kalah mulus. -___-"
Sewaktu pembacaan nama peserta, tiba-tiba seorang temen yang ngelempar candaan, "eh ayo siap-siap habis ini kita kan mau tampil"
Dan ga tau kenapa ujung-ujungnya lahirlah kata "rempong nyot-nyot girlband" yang didaulat sebagai nama 'fake girlband' kita. Ehehe..
Semenjak itu kita sering bikin agenda jalan-jalan. Mulai dari House of Sampurna, Museum Kesehatan, sampe Taman Flora (Kebun Bibit).
Yang di atas itu waktu lagi di HOS.

Kalo ini waktu di Taman Flora (Kebun Bibit).. :)

Yang ini waktu di Museum Kesehatan.

Ini juga di Museum Kesehatan. Sepi banget di sini, pengunjungnya cuman rempong doank. Berdebu pula. Ya, mungkin memang ga banyak yang tau si, atau ga ada yang tertarik yah. Hehe. Sampe sini dulu aja deh ya, bahas rempongnya. Ntar aku posting lagi agenda rempong selanjutnya. :)