Selasa, 15 November 2016

Kepadamu

"Pembawa sependar harapanku. 
Mungkin suatu hari buku ini takkan pernah bisa sampai kepadamu
Itu menakutiku 
Oleh karna itu aku bisikkan saja kepadamu di setiap waktu 
Agar kau selalu mengingatku 
Disetiap bait dan di setiap sajak yang coba kurajut"
15-11-2016
dMp

Ketidakterbatasan Waktu

Waktu 
Bagiku cepat sekali berlalu 
Semuanya berubah menjadi abu-abu
Yang semula kulihat biru
Tapi denganmu
Seakan waktu tunduk padamu 
Atau mungkin kamu telah berhasil merayu waktu
Waktu berjalan lambat mengalun 
Seakan tahu 
Aku dan kamu 
sedang tak ingin terburu-buru 
Aku dan kamu 
sedang ingin saling berpagut
Aku dan kamu 
Selalu rajin merajut rindu 
Aku dan kamu 
Ingin larut dalam ketidakterbatasan waktu 

14-11-2016
dMp

Senin, 14 November 2016

Aku dan Rindu

"Aku dan rindu tak ayal laiknya gantungan gumpalan awan.
Menanti-nanti pertemuan dengan jutaan kecupan. 
Aku dan rindu tak pernah dapat terpisahkan.
Hingga pada akhirnya hanya hangat cahayamu yang kemudian dapat meringankan."
13-11-2016
dMp

Selasa, 09 Agustus 2016

Tuhan menciptakan kita, Senja

Aku dan kau, Senja
Tuhan menciptakan kita 
Kau membuatku sekedar bayang 
Tapi tak apa 
Aku berusaha segala cara agar kita dekat, namun kita tak pernah menemukan waktu yang tepat
Itu pun tak apa
Kalau kau bertanya, "lalu untuk apa?"
Aku pun akan bertanya, "apakah kita butuh alasan, bahkan ketika riuhpun menyerah pada kesunyian kita?"

Minggu, 26 Juni 2016

Musim Dingin

Dinginnya membekukan pikiranku
Yang dengan cermat menangkap bayangmu dalam lamunku 
Tak banyak yang bisa kuperbuat 
Bahkan cangkir dengan jahat membunuh uap tehku yang tadinya hangat
Kuputuskan meringkuk dan memeluk lututku saja
Kutunggu hingga musim semi tiba 
Tapi 
Apakah saat musim semi tiba nanti aku belum mati?

Memilah Sajak

Dia bertanya begitu saja "Lalu apa yang sebenarnya kau cari?"
......
Seandainya aku bisa menaklukan angin agar dia membisikkan jawabannya untukku
Aku hanya ingin memastikan akan kutemui keheningan pekat di dalam sana 
Karna ku yakini keheningan selalu punya cara bagaimana memikat pelangi
Satu dua alasan lain adalah aku ingin mencari sejumput harapan-harapan
Yang (mungkin) tertinggal untuk sengaja kutemukan.

Laiknya Senja

Senja itu.
Aku melihatmu ada dalam matanya yg jauh
Aku benci kakiku yg terlanjur akrab dengan daratan
Menyebalkan.
Sedang kau pun melihat lautan ini mencemooh dengan tawanya yg menggelegar
Meski kau bergeming dan tetap tenang 
Tapi jiwaku terbakar 
Semua hal yg membuatku tak bs menggapaimu kukutuk begitu jahat. 
Kuputuskan menghantam ombak 
Kubiarkan aku berenang dengan nafas setengah-setengah
Tak jarang laut berusaha menarikku lebih dalam 
Tapi aku terus berusaha untuk tetap sadar dan terus berenang 
Hingga kutemukan kau di ujung sana. 
Menungguku dengan handukmu yang hangat 
Persoalannya
Akankah aku tak kehabisan waktu menuju jantung hatimu
Senja, jangan hanya tersenyum, berikan jawaban dan berikan aku waktu. 

Rabu, 22 Juni 2016

Bersedih Sajalah

Aku memilih menjadi sedih daripada bahagia
Kenapa? 
Karena dengan bersedih aku pun bisa bahagia
Tapi dengan bahagia aku tak mau bersedih.
Dengan bersedih telingaku lebih banyak mendengar
Dengan bersedih aku mengajarkan hatiku berpuasa 
Dan dengan bersedih aku kembali bergumul dengan larik-larik sajak
Karena tak ada sajak yang tak indah yang lahir dari pemikiran hati orang-orang yang patah. 

Bahagia Karena Sedih

Aku tak pernah sebahagia ini. 
Dikala seluruh haru tersesap hingga ke paru-paru. 
Banyak orang yang berbahagia karena bisa tertawa. 
Tapi aku bahagia karena aku mampu bersedih. 
Kesedihan itu mengajarkan banyak hal tentang kesabaran. 
Sabar itu tak pernah berkesudahan. 
Karena itu, bagiku sedih itu memabukkan.

Selasa, 21 Juni 2016

Jangan Jadikan Aku Sajak

Aku tidak pernah ingin menjadi alasan mengapa kau menulis suatu sajak. Kenapa? Kau buat aku terlihat indah, bergaun anggun berhias permata. Mungkin juga kau buat aku abadi karena terselip di suatu halaman buku catatan yang selalu menua kemudian usang. Aku tak butuh menjadi larik sajakmu yang menawan. Yang kemudian akan kau tinggalkan di rak tua bahkan di gudang. Terlupakan kemudian tergantikan.

Selasa, 05 April 2016

Insomnia

Kaki itu tak pernah mau berhenti menghentak menyalak bumi. 
Kini ditambah lagi derak air hujan tampak marah di balik jendela yang mulai menggigil.
Mataku tak kunjung ciut dan menyerah pada rayuan bantal yang wangi. 
Mungkin ada hal yang sedang ditutup-tutupi. 
Yang bahkan aku sendiri tak bisa mengerti atau mungkin aku saja yang telah lalai? 
Seperti kepik yang terbang kesana-kemari lalu tersesat sampai ke ujung pantai
Apa yang sedang dicari? 
Meraba-raba meski tak buta, hanya mengenal hening meski tak tuli.
Lututku mencium kening. 
Ada rindu yang tak pernah terpanggil. 
Meniru meringkuk seperti bayi berselimut dingin.
Namun susu hangat pemberian ibu itu masih tetap hangat di perut, kepala dan hati.
Sehingga ia tak mudah mati. 
Mereka mengenal rupa namun tak pernah saling sapa meski sekali.
Ada baiknya pura-pura lupa agar tak ada luka lagi.

Selasa, 29 Maret 2016

Pada senja, buku, dan (mungkin) dia

Jatuh hati pada seseorang yang membuatmu harus benar-benar mau meluangkan waktumu untuknya 
Menyiapkan dengan ikhlas waktu khusus untuknya 
Membuatmu mencarikan tempat yang pas dan pantas untuknya 
Membuatmu menentukan waktu yang tepat untuk mendengarkan ia bercerita 
Ia bukan seseorang yang mudah kau mengerti 
Sehingga jika kau duduk di depannya dan hanya pura-pura menyimak sedang pikiranmu jauh terpisah dari raga 
Maka kamu akan tersesat 
Sia-sia saja 
Ia akan berlalu begitu saja tanpa kau pahami makna kehadirannya di kehidupanmu 
Ia lain daripada yang lain 
Yang bila tak kau hiraukan pun ia takkan peduli
Ia hanya menguji 
Akankah kau bertanggung jawab atas apa yang telah kamu pilih

Kurang Ajar Betul Aku Ini

Aku menyadari bahwa umurku di dunia tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan umur sebuah bintang di atas sana 
Aku menyadari bahwa aku ini adalah setitik debu halus bila dibandingkan dengan besarnya alam raya kita 
Aku menyadari bahwa aku hanyalah riak yang amat sangat kecil dari luasnya samudra yang tak bertepi
Lalu pikiranku yang gila ini mencoba menempatkan diri dalam kosmik 
Kita tak pernah tau ada berapa galaksi di luar sana karena keterbatasan kita 
Atau ada yang lebih besar dari itu dan lebih besar lagi dan lebih besar lagi 
Bisakah kau bayangkan betapa amat sangat kecilnya aku ini? 
Mungkin saja berjuta2 bintang dan banyaknya galaksi yang kita kenal ini ada dalam tempurung Yang Maha Segalanya 
Oleh karena itu Dia tahu segala sesuatu yang terjadi
Oleh karena itu Dia mampu mengatur segala hal yang telah Dia ciptakan
Ah apa aku ini panteis? Ah tidak-tidak. 
Aku terlalu takut akan hukuman yang akan Dia berikan karna aku begitu lancang berfikir
Kurang ajar betul aku ini!

Serasional itukah?

Ada beberapa hal yg cukup mengganggu pikiranku sebenarnya 
Salah satunya begini
Mengapa bgitu banyak orang yang mengisahkan vampir, peri, puteri duyung, pegasus, unicorn, dan berbagai tokoh imajinasi lainnya 
Sempat aku beranggapan bahwa jauh-jauh di masa silam mereka benar-benar ada 
Namun tersembunyi dan beberapa mencoba untuk tetap diam dan menutupi 
Seakan-akan mereka makhluk yang memang perlu ruang privasi
Bukankah sifat manusia selalu ingin tahu 
Mungkin bila kehadiran mereka diketahui mereka akan diburu dan dijadikan eksperimen, dibedah, dan lain sebagainya
Bahkan beberapa akan menganggap mereka sebagai makhluk yang mengancam keberadaan manusia 
Bisa saja 
Siapa tahu 
Tapi lagi-lagi ada saja yang seenaknya melemparkan botol plastik berisikan kertas 
Yang tertulis "Hahaha. Kalian itu bodoh"
Kurang ajar betul kan? 
Mungkin memang iya, mungkin juga tidak 
Bahwa ada orang diluar sana yang memang sengaja menciptakan imajinasi itu 
Menciptakan situasi seakan-akan mereka (pernah) ada 
Pertanyaannya
Apakah hidup serasional itu?

Lilin itu Tidak Akan Pernah Padam

Matahari mulai tak sopan menggigit lengan-lengan yang telanjang.
Aku menerobos masuk secepat kilat ke dalam sebuah cafe yang cukup sejuk nampaknya. 
Memesan kopi seadanya. 
Lalu segera menghempaskan pantat seenaknya di dekat pendingin ruangan.
Hanya berbekal sebuah buku pendamping yang baru terbeli di toko sebelah. 
Aku mulai menghibur diri yang memang sedang sendiri tanpa teman. 
Terhenti pada suatu lembaran halaman.
Mencoba mengambil udara banyak-banyak dan membiarkan mataku istirahat sejenak. 
Entah karena jahil atau apa. 
Tapi mataku ini tersangkut pada sebuah tangan yang sangat aku kenal. 
Sayangnya bayang wajahnya tertutup di balik corak hiasan kaca penghalang.
Aku berdiri begitu saja. 
Jemari yang ku kenal itu sampai bisa aku rasakan dalam sekelebat angan. 
Dingin dan lembut seperti agar2 dalam kulkas. 
Aku pergi ke teras yang cukup panas lalu benar kutemukan pemilik jemari yang memang kukenal. 
Pandangannya menemukanku dan kedua pasang mata ini sama-sama berbinar. 
Mataku memeluk matanya. 
Tapi tangan kami hanya sebatas berjabat tangan sewajarnya.
Kutanya dengan siapa, dan ia jawab sedang sendiri saja.
Beruntungnya.
Kami berbincang mengacuhkan waktu yang terus saja mengetuk-ngetukkan jemarinya. 
Hingga malam pun datang. 
Di atas meja kami telah menyala lilin kecil yang berpendar. 
Dalam beberapa saat kami hanya terdiam. 
Saling khidmat dalam perdebatan api lilin yang melawan angin malam. 
Aku melirik menangkap sepasang mata yang tak kalah berbinar dibanding lilin di meja. 
Hey, kalian berdua.
Dengarkan aku sebentar saja. 
Aku pernah mencintainya. 
Pernah. 
Tapi tolong simpan saja.
Aku tak ingin ada luka. 
Luka yang akan merubah binar di matanya. 
Merubahnya menjadi tatapan kebencian tiada tara. 
Yang mungkin akan menatapku hina. 
Karena telah mengkhianati hubungan yang dianggapnya sudah sempurna.
Beginilah kami adanya. 
Dia akan selalu menjadi sahabat yang takkan pernah terlupa.

Sewajarnya

Jangan melulu mengikuti semua hal yang ingin kamu lakukan. Orang bisa menjadi budak dalam segala macam hal. Orang bahkan bisa menjadi budak dari egoismenya sendiri.

Rabu, 17 Februari 2016

Perkara Hidup

Mungkin aku satu2nya atau bahkan ada saja orang lain yang mempunyai pemikiran yang sama. Pertanyaan yang sepertinya sepele tapi kadang membuat kepala pening berputar-putar.
Siapa aku? Apa tujuanmu hidup? Mengapa kita dibiarkan hidup? Adakah kehidupan sebelum aku hidup? Darimana asalnya pertanyaan2 itu? Darimana gagasan2 atas jawaban itu? Dan lain sebagainya.
Apa hanya aku yang justru bertanya 
"Apa itu sungguh penting saat ini?"
Maksudku bukankah itu layaknya pertanyaan-pertanyaan anak kecil? 
Tapi apakah anak-anak kecil sudah mempunyai pertanyaan semacam itu? 
Hahahaa.
Rasanya aku sudah mulai pening. 
Jika boleh aku berspekulasi,
Mungkin hadirnya filsafat dan para filosofis masa lalu yang rela menghabiskan seluruh hidupnya mengenai pertanyaan2 mendasar ini karena ingin menuangkan setidak segelas penuh air dingin kepada orang2 yang mungkin letih berlari-lari seperti seekor hamster di roda putarnya yang hanya berputar2 di tempat.
Mungkin ada saatnya kita lelah, kemudian merenung dan bingung, atau bahkan bosan. 
Mulai memikirkan pertanyaan2 di atas.
Disitulah setidaknya ada sedikit penghapus dahaga 
Atau bahkan bila ada saja yang mencibir atas pertanyaan itu 
Mungkin bisa jadi dia sudah menjadi manusia mekanik otomatis, menjadi budak harapan kebiasaan
Ya dia bernafas, bekerja, makan dan minum, bersenang-senang di akhir pekan. Begitu saja terus.
Jadi...
Apakah memang itu yang disebut hidup? 

Sesedih itukah Kau Hujan?

Aku mendekat ke arah jendela.
Bulir-bulir air hujan masih tampak segar 
Bagaimana bisa seluruh manusia di dunia ini menyetarakan kamu dengan kesedihan mereka? 
Apakah kamu memang benar2 bersedih?
Ataukah justru kamu sedang haru karna akhirnya kamu kembali bertemu dengan daratan yang telah lama kau rindukan?
Semua tampak melambat, seraya ikut larut dalam haru biru mendalam yang kau tularkan. 
Seperti sesuatu yg salah bila kau menari-nari dan bersenang-senang kala hujan. 
Kecuali anak-anak kecil yang masih terlalu lugu dan menganggap semuanya hanya sekedar hal yang perlu dimain-mainkan.
Orang-orang yang patah dan berduka semakin tersedu meski bbrp memendamnya dalam diam. 
Seakan hujan dengan sukarela memainkan violin. 
Mengalun lembut, menarikmu semakin dalam ke palung kesedihan.

Merutuk Sendiri

Kata siapa hidup itu adil? 
Seseorang dengan kecacatan fisik tidak mampu mengiyakan akan dilahirkan tanpa tangan, tanpa kaki, tanpa penglihatan, atau tanpa pendengaran. 
Tidak ada pilihan ketika kau lahir. 
Kau jelek, berkulit hitam, kribo, dan pendek?
Pernahkah kau ditawarkan untuk memilih menjadi seseorang pria gagah yang tampan nan kaya?
Kadang hanya bisa menatap nanar pada mereka yang sungguh beruntung memiliki kesempurnaan maya.
Sekedarnya saja. 
Masih saja tak percaya? 
Ketika singa merayap pelan-pelan dan seekor rusa menyadari pantat kurusnya itu sedang dijadikan target, ia memohon agar tak dimangsa karna ia memiliki banyak anak-anak yang masih kecil. 
Kau pikir singa itu berbelas kasih? Melewatkan begitu saja santapan siangnya setelah perutnya sudah cukup lama mengering?
Tidak. 
Tidak ada keadilan bagi seekor rusa.
Begitulah.
Macam lain dari ketidakadilan, ketika seseorang mengkhianatimu tapi justru dia yang mengakhirinya sedang kamu telah memaafkan dan mencoba memperbaiki.
Tapi keputusannya tak terpatahkan, tak terbantahkan.
Kau masih bilang hidup itu adil? 
Tidak. 
Hidup itu tidak mengenal keadilan. 
Hukum Tuhan dan akhirat yang mengenalnya dengan baik. 
Jika kau percaya itu. 
Tidak! 
Kau HARUS percaya!

Senin, 08 Februari 2016

Menyerah Berarti Mati

Aku belajar memahami dan akhirnya jatuh hati padanya. 
Saat emosi membuncah, disimpannya saja di dalam dada. Rapat-rapat, meski tak jarang terasa sesak bahkan penat. Dalam diamnya ia mengucapkan banyak kata, doa, dan cerita. Dalam kehampaan, ia mencoba meredamkan amarah yg harus terus dilawan. Dan dalam kesunyian, ia pun mendapatkan kekuatan. Mungkin batinnya lelah, tapi ia jelas tak mau kalah. Menyerah berarti mati, mati dibunuh emosi.
Senja tak henti-hentinya membuatku jatuh cinta. Meskipun aku paham pada akhirnya yg akan menjadi hadiahku hanya seuntai gelapnya malam.

Selasa, 02 Februari 2016

Untung Saja...

Seseorang membaca kata demi kata di sebuah halaman buku yang ada di pangkuan
Sesekali keningnya berkerut merasa ada sesuatu yang tak sesuai dengan hati nurani dalam dada
Angannya jauh terlempar ke masa yang tak pernah ia tahu sebelumnya
Ia menutup buku sejenak dan menempelkan ke arah dada
Dipeluknya cukup erat mungkin agar lebih hangat karna yang ia baca terasa sangat dingin hingga membuat jantungnya menggigil 
Ia bersyukur dalam hati karena tidak pernah hidup di masa2 mengerikan masa lalu yang keji
Tapi sesaat kemudian ada yang mengetuk pelan labirin2 si pemikir
Angannya terlontar lebih jauh, hingga ke masa yang tak lagi dikenali dan yang tak terbatas
Mungkin saja satu, dua, lima, sepuluh dekade yang akan datang akan ada yang serupa dengannya
"Untung saja aku tak hidup di zamannya. Dimana mereka sungguh sangat senang hidup di dunia hingga lupa menyiapkan segala sesuatu yang akan ia hadapi saat ia nanti mati"

Bagaimana Cara Membahagiakanmu?

Aku menumpu dagu di atas tahta yang kau bangun untukku
Berbagai cara kulakukan untuk membuatmu ikut merasakan keagungannya 
Tapi kau selalu saja enggan dan menolak 
Bahkan saat kau terpaksa menerimanya gurat wajahmu tak menunjukkan kebahagiaan yg jelas
Lalu aku pun berdiri lantas menyibakkan jubah panjang yang pernah kau berikan 
Agar tubuhku tetap hangat katamu 
Aku menuju pilar dan memandang kamu yang masih saja sibuk memeriksa hasil ladang
Pertanyaan itu kini tak dapat lagi menunggu
Aku pun menghampirimu lalu menumpahkan semua pertanyaan yang terus berteriak menuntut jawabmu 
Tapi kamu cukup tersenyum dan kata-katamu melemahkanku 
"Bagaimana bisa kamu membuatku tak bahagia? Jika kebahagiaanku adalah dirimu" 

Selasa, 26 Januari 2016

Pujaanku yang Lugu

Tak pernah kau tau bagaimana gemuruh di dadaku saat aku mendengar puji-pujian yang lahir dari lidah pemuja-pemujamu?
Aku cemburu pada mereka yang dengan mudahnya merayumu dibelakang bahkan di depan mataku
Kutahan bendungan airmata dengan segala upaya ketika jemari-jemari genit itu bergelanyut tanpa ragu
Apa dayaku 
Rahangku terjahit rapat tanpa cela menahan lidahku yang terus mencoba meronta berkata-kata
Aku terus menekan amarah yang tak kalah parah dengan panasnya gairah mereka ketika melihat matamu yang indah
Lagi-lagi apa dayaku
Mungkinkah kau disana memendam jawaban atas rasaku namun kau pura-pura bisu?
Atau kamu tetap saja seorang pujaanku yang lugu? 
Senjaku

No Need a Title

Wajahmu mungkin bisa saja aku lupakan
Tanggal lahirmu yang pernah menjadi angka yang paling kuingat mungkin telah kabur terhapus airmataku yang sudah-sudah
Tapi kenangannya tak pernah lelah mengintip dari balik selambu tipis kamar ingatan
Kamu dan aku tinggal dalam satu kota 
Tapi tak ada hari pertemuan lagi semenjak kau tanpa kata-kata meski hanya sekedar ketidaksengajaan 
Mungkin Tuhan menyimpan rahasia
Rahasia terbaiknya mengapa kita tak pernah lagi dipertemukan meski hanya kebetulan saja
Atau mungkin saja kita pernah ada dalam satu ruang atau juga berpapasan 
Tapi Tuhan tidak mengijinkan mata kita saling menemukan
Sudah
Cerita kita memang telah berakhir payah 
Tapi aku tidak pernah menyesal meski hatiku pernah berlama-lama bernanah
Aku menenangkan hatiku sendiri
Menyembuhkan hatiku sendiri 
Mencari tonggakku sendiri untuk memapah kakiku yang patah
Agar mampu terus berjalan meski tanpa arah 
Kau lihat? 
Aku telah berubah
Bukan untukmu, bukan karenamu
Tapi untukku
Yang dulu telah lama mengasihani diri sendiri
Kini tau bagaimana cara menghargai diri sendiri